Rabu, 15 Oktober 2014
SETIA AIR PADA HUJANMU
Lia Zee
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
'Hujan.'' Selaksa paku-paku yang dihamburkan para dewa dewi kayangan ke Mayapada.Menancap dan menyisakan baret-baret berupa larik-larik: sungai,kali,danau,
kubangan... Dirindui sekaligus didendami.
Bagiku, hujan adalah bagian selaput memori yang terenda abadi diribuan
lipatan kisah dalam umurku yang telah pernah terlewat bersamamu.
Hujan, adalah untaian selendang kristal magis yang menerbangkanku, pada masa kala tawa renyah jenakamu selalu dalam bingkai tatap mata pelangi, untukku. Dikebersamaan kita dulu.
Dan hujan akan selalu sebagai percikan kesejukkan kiriman dari surga, yang mewakilkan penyegaran ingatan tentang 'kehadiran' kenanganmu...
''Arul di UGD... sekarang!.'' Masih terngiang teriakan Erman sahabat Arul, via BB putihku kira-kira dua tahun lalu,pada dinihari yang basah dan dingin.
Di selasar ruang UGD di subuh yang beku duka muram ditingkahi guyur hujan saat itu,memoriku masih memeta dengan
sangat jelas,bagaimana rupa putus asa
dan kesedihan yang memancar dari raut orang-orang yang menyanyangimu: mamamu,papamu,tante.om.. dan
tentu saja Aku.
Hari ke 3 di UGD, Kamu akhirnya menyerah.Setelah tidak sama sekalipun
pernah siuman lagi, sejak tubuhmu ditemukan tergeletak tidak sadarkan
diri di simpang jalan jalan raya tempat peristiwa tragis itu terjadi.
Butuh beratus-ratus hari untuk bisa menerima kenyataan. Kamu,'cintaku'
telah pergi dengan cara takdir yang tragis. Dalam derai hujan dan airmata yang sama menderasnya.
Kamu begitu memuja hujan,mungkin itu menjadi sebaris pesan di hadapan
Tuhan. Lalu kemudian, Dia menghiasi kepergianmu dengannya, agar kau
menari terbang gembira bersama
deras basahnya.
Kemudian menciptakan pelipur kisah,bahwa pergimu adalah selarik kepergian yang menyisakan setumpuk makna yang perlu dikaji dan dijadikan pembelajaran terhadap kondisi masyara-akat kita.Kondisi anak-anak kita.Kondisi keluarga kita.Kenapa mesti melahirkan generasi yang bertumbuh secara salah.
Dan kenapa? mesti ada Kamu yang harus menjadi tumbal.
Kenapa mesti ada nyawa-nyawa tak berdosa yang harus melayang.Apakah
fungsi masyarakat khususnya para orang
tua telah alpa mengajarkan pada anak-
anaknya,tentang arti sebuah kehidupan.
Lalai mengajarkan, bahwa yang mem-
bedakakan manusia dan makhluk lainnya adalah manusia memiliki rasa 'manusia'.
Manusia yang saling memanusiakan
Yaitu 'Kemanusiaan'.
''Dia sempat minta isin ke Tante,
katanya ada tugas kelompok.'' cerita Mamamu,sambil menghapus titik bening
di sudut matanya.Percakapan suatu sore,
percakapan pertama dalam suasana
yang sudah mulai normal. Setelah percakapan dan pertemuan kemarin-kemarin yang begitu selalu emosional,
rapuh dan mengharukan.
'' Yah..Tante,aku mengangguk membenarkan,karena sehari sebelum malam tragis itu,Saya menerima BM Arul kalau malamnya dia akan mengerjakan tugas kelompok bersama-sama teman genk satu jurusannya.Saya memahami kesibukan Arul sebagai mahasiswa semester awal di Fakultas Teknik,yang memaksanya harus berjibaku dengan mata kuliah asistensi sebagai suatu syarat mata kuliah dasar umum eksakta.
''Nak,Tante menyesal malam itu tidak
menyarankannya membawa mobil,padahal
di luar sana hampir seluruh kota basah karena guyuran hujan yang tak tahu berenti, lanjutnya terus bercerita...ah andai,dia membawa mobil,mungkin ceritanya akan lain.'' ucapnya lirih.
Aku hanya terdiam,tak perlu menaggapi-
nya atau sok menasehatinya.Toh,Aku
tahu dia mengerti apa arti sebuah takdir kematian. Kita hanya mengikuti apa yg
telah tergaris dari ketentuan-Nya.
Kalaupun ada kata 'andai'.
Aku pikir, hal itu hanya salah satu cara beliau untuk lari sejenak dari luka takdir sepeninggalmu.
Ya takdir,Arul kekasihku,pencipta
buhul rinduku, pencandu hujan,putra
dan harapan satu-satu mama dan papa-
nya,mahasiswa cerdas dan aktivitis
kampus yang begitu welas asih kepada orang-orang yang tak beruntung...harus berakhir tragis, di tangan sesama anak
-anak muda berandalan yang menikam-
mu dengan brutal di dini hari yang basah.Saat kembali dari aktifitas
tugas kuliahmu.
Korban salah sasaran geng motor
anak jalanan.Tikaman yang bertubi-
tubi menumpahkan cairan merah nadi kehidupanmu.Memutus takdirmu di
bawah guyuran air hujan yang selalu
begitu kau sukai.
Kubangan darahmu berceceran ber-
cumbu dengan kubangan kiriman air
dari langit-Nya dinihari itu adalah
serenade kisah teruntai mengiringimu kembali.
'' Air dan hujan adalah soulmate kehidupan yang membentarakan
kesejukan setia di jiwa dan kalbuku'' kutipan kata-katamu di sebuah buku
memo milikmu,terpampang di depan
Saat ini
Selamat jalan,bisikan yg kesekian yang terucap dari bibirku.
Arul, begitu lega bahwa air dalam rupa hujan setia dan mencintaimu menyertai ruhmu... Berhari-hari luruh menerpa
tanah pekuburanmu dulu.
Makassar,03 Oktober 201
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar