Kamis, 25 Desember 2014
1.
Lingkar Raihan Damai
Oleh: Lia Zaenab Zee
Semburat cahaya percik surga
Kilat pemecah malam
Tarikh menunggu resah tanggal pada antrian
Malam merayap senyap selepas cahaya
Sayap kelam bentang
Kuhirup hawa dalam isak basah yang syukur
Kelopak hati disudut kenang, beruah kisah putih dan hitam
Ikhlas tertitip dipintupintu ikhtiar,
kunci ribuan isi pendora hati
Terkemas kenangan
Memilah telisik
Mengharap membengkelkan
warna buram, mengecatnya menjadi terang
Pada berai tautan rasa
Selalu ada tempat menuang
Pada tubuhtubuh puisi
Pada sentuh embun pagi,
pada tarikan sumringah
kecambah benih...
Selagi semprotan nyawa
masih terpegang
Ini adalah kesadaran ntuk
instropeksi
Ternamai basuhan
: Kebahagiaan
Di ulur tangan kelembutan asih
Membagi dikuyu mata kaum papa, yang serak dijelaga hidup
Mengerek degup cahaya pada lingkar raihan damai
Makassar,25 Desember 2014
===============
2.
Tameng Bencana
Oleh: Lia Zaenab Zee
Waktu yang jepit almanak berhitung mundur pada detik bersalin angka
Air terus berpesta pora dalam dendang awan
Tabuhan gendang guruh, kilau cahaya kilat
Cemas menggantung di pintu ruang
Pada kealpaan sayap-sayap mimpi yang terlupa
Menerbangkannya bersama waktu
Gelisah pada basah yang meninggi Pada jilatan air pada tepian
tatakan bata rumah-rumah
kumuh pinggir kali
Haruskah kembang api berton cahaya meledak di udara
angka ''15''
Terjeguk gemeretak gigil dari
atapatap rumah yang separoh tenggelam?
Ataukah?
Air yang kau titipkan di kornea mata, pecah berulang-ulang
Mengalir, menganakkan luka,
perih nelangsa: Bencana
Ampunilah kami
Cukup duka yang kau wakilkan Meski khilaf-khilaf kami
mengolam dan jelma samudera
Andai, air mata yang menghamil
di perutperut kantung mata
Jadikan lautan luruh dikelim-kelim sajadah yang bentang
Mengerahkan payung awanNya
Jadi tameng segala ''bencana''
Makassar,25 Desember 2014
===============
3.
Tidak Ada Kepergian yang
Tak Mampu Ditanggung
By: Lia Zaenab Zee
Pada setiap kepergian
Dia tidak pernah menciptakan kehilangan yang tak mampu ditanggung
Karena selalu ada keajaiban
di balik setiap kejadian
Ataukah jitakan pada kerelaan
kita yang begitu betah berpeluk jenggala syahwat nafsu
Padahal Tuhan selalu setia menunggu kita datang
Ketika hujan airmata duka menderas
Gegas kemas mencari Tuhan
yang berdebu di sudut hati, Merengek menyulap doa,
gegas mencari muka
Memohon surga secepat-cepatnya
Jika lukamu tak bisa melebihi kuasamu
Biarkanlah lukamu kau serahkan
bulat padaNya
Lihatlah
Betapa bodoh, naif
Betah terkecup bebara nafsu
Lupa ...
''MenggandalkanNya''
Makassar,25 Desember 2014
1.
Menuju Almanak yang
Tanggal Satu Persatu
Menuju pintu lubang waktu
Tercekat linglung tarikh
Ada bagian siklus menggelisah
Adakah kecemerlangan nilai,
yang maktub di arsy
Bilangan rahasia yang rahasia
Pada gelisah yang haru
Pada kehangatan meruah syukur
Pada kepak gundah salah tuju
Pada ke-akuan yang karat
Pada pencarian bahagia yang
tak mampu didefenisi dan terbatasi
Menggunung cemas
bekal perjalanan abadi
Makassar,25 Desember 2014
===============
2.
Judul: Lekat Benak Musim
Oleh: Lia Zaenab Zee
Tingkap musim tetiba
di batas kemarau
Mengirimkan jala uap
jelma air
Mencadai matahari,
tersalut tirai awan
Memercik sejuk, membasah
dalam luruh tetirah langit
Kau dinamai hujan
Menjeguk, tersipu gerah
berjinjit pergi
Melukis waktu pada gigil
Mempenakan barisan kenang
Bahagia dan duka
Bahagia membenak
Romantis ber-angan
kehangatan perapian
Berai, nyeri teraba dada
kala amarah airmu tumpah
meleleh nelangsa bencana
Bulirmu gemerlap lugu
terpapar balon lampu, rupai
mata peri dalam sumringah
pecinta
Menyeduh senyum madu
tentang indah setelah luka
Juga tentang kolammu
yang membungkam keriangan
harum rempah dapur
Mengepak derita ditempat
tempat pengungsian
Hujan sejuta kisah
Airmata ilham di mata puisi
Airmata kelopak di mata
musim yang menjingga
kelabu
Dan gendang talumu masih
hadir di atapatap
Munajat meningkah di pinta
yang tak mengenal musim:
''Dekap hamba selalu lekat
dalam cinta''
Makassar,25Desember2014
===================
Judul: Lekat Benak Musim
Oleh: Lia Zaenab Zee
Tingkap musim tetiba
di batas kemarau
Mengirimkan jala uap
jelma air
Mencadai matahari,
tersalut tirai awan
Memercik sejuk, membasah
dalam luruh tetirah langit
Kau dinamai hujan
Menjeguk, tersipu gerah
berjinjit pergi
Melukis waktu pada gigil
Mempenakan barisan kenang
Bahagia dan duka
Bahagia membenak
Romantis berangan
kehangatan perapian
Berai, nyeri teraba dada
kala amarah airmu tumpah
meleleh nelangsa bencana
Bulirmu gemerlap lugu
terpapar balon lampu, rupai
mata peri dalam sumringah
pecinta
Menyeduh senyum madu
tentang indah setelah luka
Juga tentang kolammu
yang membungkam keriangan
harum rempah dapur
Mengepak derita ditempat
tempat pengungsian
Hujan sejuta kisah
Airmata ilham di mata puisi
Airmata kelopak di mata
musim yang memurka
Dan gendang talumu masih
hadir di atapatap
Munajat meningkah di pinta
yang tak mengenal musim:
''Dekaplah hamba lekat
dalam cinta''
Makassar,25Desember2014
Teratai, Puisi dan
Lelaki Penyair
By: Lia Zaenab Zee
Tatapan teratai
Berayun puisi pada rintik
hujan di daunmu.
Memahat bayang gelora
lelaki penyair dalam
jarak lautan
Puisi yang mengirimkan
mekar detik pada dada
yang terbaca samar
dipendulum yang makin zigzag
Kusematkan di celah gerombol
teratai, menyamarkannya
direkahan undakundak
kelopak
Kualamatkan gelisah deras
pada rerangkai liuk diksi syair
Teratai, puisi, lelaki berlidah
syair. Mengetukngetuk detak
kalbu meletakkan sunyi
di ruang angan
Menetaskan ilham di tubuh
puisi. Mengeram mimpi
menetaslah bayang-bayang
Makassar,25Desember2014
Aroma Hujan
By: Lia Zaenab Zee
Berdiri di bahu Desember
Menapis angka yang tanggal tergeletak muram
Dua Desember tlah pergi
Merayap sengat janji
yang ber-akhir, masih
''Nantikan aku sebelum
akhir tahun''
Dan lebur janji berai tak
mampu terjulang, tak kan
pernah
Remahkan senyap isak
Hanya mampu mengaduk
kenang
Menghangatkannya pada
kepulan asap di secangkir coklat
Mematut namamu, lukis
Atau, ada saat kubiarkan
air kaca kornea menari
bersama rintik hujan
Membohongi kristal airmata menyamarkannya luruh
bersama kristal hujan
Pernah kusalahkan temu,
Datang membungkus
rindu yang rimbun
'Tika saatnya terenggut
Sisakan akar rindu,
membelukar liar pekat
Banyak saatnya detik arif,
membalut ceceran luka inci
demi inci, menyeka ingatan
Tapi ada saatnya senyummu
nakal, susup mengendap
endap di celahnya
Merintik kenang, cabikan
keluh nyeri memeluk
Ada saatnya imajinasiku
me-liar, blunder dimesin
waktu
Tahutahu terbangun;
''Desember dan Aroma
hujan terlewat''
Makassar,24Desember2014
To Bang Tommy Ananta
Judul: Rapal Doa dalam
Detik Hujan
Oleh: Lia Zaenab Zee
Hujan,
datangmu terbawa bersama
peri penghambur dingin
menggoda raga dan tulang
Riuh kicau angin pada musim
Wartakan riang di rekah tanah
Merayu debu kembali pulang
Kecambah bibit sumringah
Alam berbasuh, berhias dansa
beriring gemulai awan
Gemuruh gendang guruh
Tertingkah lekuk kilat cahaya
Menawarkan pelaminan pelangi
selendang warnawarni, siluet lengkung keindahan
Belum genap pelukan gigil
pada reranting daundaun
'Tika di belahan tempat yang
surgawi
''Memekik retas luka
dijasadjasad beku membasah
dalam amuk alam.''
Banjarnegara, Sangihe, ...
Dinding paku air deras
Menawarkan palu godam
goncang
Merontokkan tanah
Membuncahkan pedih kepergian
Meratap rohroh terlepas
Kolam kornea,
Tempat menetap titipan
telaga airmata, curah ...
menyaingi deras luruhmu
Istigfar pekik lelangit
Mencari belas kasih
Panglima segala Panglima
Menyibak awan Arsy
Kasihanilah
Ampunilah
Cukupkan bentak tegurMu
Kami teramat : lemah
Genggamlah
Bunuh ke-akuan
''Bahwa kami kuat''
Kapar
Sejuk airmu rakhmatMu
Engkau menguji kami
dalam bara leluka nestapa
Dan kristal basah bening
masih bentang luruh
Bersama senandung hujan
syahdu
Musim masih penuh berkah
Tembang doa alam semesta
Tubir tahun ...
Pintalan harap
Tenunan resolusi
Bercermin rima ritme
isyaratNya
Pada khilaf yang kelam
Merobek jelaga fitrah
Penciptaan-Nya
Alam memurka muntah
Muak pada dada busung
kita yang naif
Lihatlah
Hanya dengan untai
hujan bening yang hening
Angkuh kita, lunglai rintih
Begitu rapuhnya?
Pesan Keagungan
terang di hadapan
Jungkal jumawa
Beri kita kantongkantong
air yang isak paling rintih
pada kening sujud
Tobatan Nasuha
Dalam kedatangan hujan,
waktu mustajab melantun
doadoa
Menekur pada Sunnatullah
Tiap tetes hujan berkah tasbih bersamanya
''Bukankah Hujan adalah Rakhmat?"
Makassar,24Desember14
Pasrah Terhantam Tanah
By: Lia Zaenab Zee
Menyelinapkan rekah
gemintang pada labuan jiwa
Ke-akuan pemaknaan tuju
Bahwa, tabik dada dalam
kadar yang terukur,
melarungkan asa pada
permukaan tanpa menenggelamkannya
Ke-akuan yang matahari
pada lengan-lengan waktu
Bahwa masa adalah
pertarungan amuk yang
paling tikam
Membekap dalam sekarat nafas
Tak memberi jeda sampai
lambaian akhir pada udaranya
Apa yang mesti diagungkan?
Pada akhirnya, kita gugur
Serupa selembar daun yang
pasrah terhantam tanah,
sekibar apapun dulunya
Makassar,23Desember2014
Edelweis Merah Jambu
(Dalam Kenang)
By: Lia Z Zee
Mungkin cinta yang menyinggah hati, hanya uji ntuk dirinya sendiri Seberapa karat yang ditinggalkan
Seberapa kata yang tertuang menuliskan sejarahnya
Seberapa jauh imajinasi kita mengaitkannya dengan edelweis merah jambu terpetik,
yang abadi adanya
Ataukah seberapa kita memaknainya sebagai bagian tumpukan anugrah kenang, mengenangnya dengan senyum ataukah dengan temaran muram debar
Dicopot dalam barisan daftar kenangan yang lain
Dan semua hanya bernama
--Kenangan
Monday ...
Makassar,22Desember2014
Percikan Surga
By: Lia Zaenab Zee
Serabut urat menyambung
darah, di kelahiran aku
Selaput urat kasih sayang
terkokoh dari percikan Surga
Pahatan jemari kelembutan mengalirkan sejuk asih
ternyaman yang diberkahkan
pada bumi
Dilengkungkan disenyum
tertulus yang anak manusia
pernah kenal
Bahumu bentangan langit
ayunan berpelangi ronarona
indah, tempat mengasoh
sepanjang hayat
Bola matamu samudera doa
Jelmakan kolam airmata bidadari, meracik pinta pintu kebaikan
pada semai bibit rahim
Hatimu, tempat hulu dan
muara segala cinta
Sambungan partikel ridha
terulur di sapuan telapak kakimu
Ibu
Pengasih Penyanyang Tuhan
Semat di dada air susumu Kumpulan ruh nafas sedekat
usap aliran Surga yang
tertuang dalam KitabNya
Ibumu... Ibumu... Ibumu
''ANDAI, diizinkan manusia
saling menyembah, maka sembahlah IBU.''
Ibumu... Ibumu... Ibumu
Makassar,21Desember2014
Lelaki Pengepit Bayang
By: Lia Zaenab Zee
kepak camar menyisakan
serabut bulu pada akar angan. tibatiba menyibak menggelitik.
hari bernas pada ketukan pintu mimpi suatu malam
lelaki, apa yang membawamu singgah membawa pesan camar
di pilar goyah yang tak kau pahami?
kemudian, kubumbung
pintuku mengasap seribu
doa pada ucapmu suatu pagi
''Tunggu aku, di kotamu''
nada tak tertawar membungkus
benakku tertimbun debu
musim kemarin lalu
awan telah mengisap debu kemarau. tapi perjalanan
ke kotaku makin tak bisa
kuberi nama.
Makassar,21Desember2014
#puisi_cinta_sang_pelaut
Judul: Lelaki Penabuh Angin
Oleh: Lia Zaenab Zee
pernah kusisakan ladang
tandus tak benih
pada lelaki penabuh angin
bernafas layar berimba laut
tak semai tak terkecup
musim
sisa asin laut menghunjam
tanah
sisakan hara sepeninggal
labuhan angin
humuskan tanahku,
penyubur siluet ombak
elang tatapmu
mengenalkan mimpi asing
yang terbangun senyap
berkelana merimbun bayang
pada lengan lelaki samudera
teraroma buih lautan
mengirim sinyal rasamu
mengerek arah angin tepat
tertuju ke kutup jantung
memaksa sekarat dirindu
tiada peri
Makassar,20Desember2014
#PuisiLiris
Faa...
Bahu Desember mengkerut
dingin. Ribuan jarum air
menikam jantungnya.
Mengalirkan pesan gundah wartamu yang makin keruh
Mimpi berkelana sekilas
bayang, memungut rindu
merintik pelan, meng-asin,
perih
Menguap, mengawan di kolam kornea, menganak sesal kerak pertemuaan
Mencemoh janji sebatas leher. Mencekik jarak yang
mematahkan waktu.
Menghentikan dendang kalbu
berlaras damba
Makassar,20Desember2014
#PuisiImajiTerliar
Kupercayakan Rahasia
Besarku
By: Lia Zaenab Zee
Pekat malam tua gigil yang
senyap. Terengkuh lena
dalam hangat pelukan.
Kecambah mimpi merayap. Mengecup rekah senyum
dalam ayun lembut kelonan
Kau. Kecintaan terrindu.
Selalu mengetuk liar batin
ntuk pulang ke tubuhmu
Aromamu membaui hidung
begitu lekat memanja.
Partikel ternyaman raga,
Padu batin, pada tiaptiap
arah inginku menanti
kapanpun aku berlabuh
Benak selalu sibuk
meng-anganmu bila sekejab
jauh darimu. Penghimpun
setia cerita dalam kibar
dan layu perjalanan
Bukankah rahasia besarku
ada padamu.? Kesejatianku
terang di hadapamu. Rekam
jejak melukis dinding mata jendelamu. Amuk laku
tertayang tammat ditatapmu. Bungah hati tertulis
dilantailantai ayunmu.
Senyum kugesekkan riang
di kisikisi angin yang
berdansa goda bersamamu. Menemaniku menari
di putik mekar mawar
merah jambu hati
Benarkah rahasia besarku
telah larut disenyawamu.?
Menyatu batin, saling
merindu. Berpeluk hangat
di pagi, siang, malam.
Memasuki tubuhku rapat
setia rahasia tak terbagi.
Hanya padamu:
''Kamar Tidur''
Makassar,19Desember2014
Pualam Kasih Bunda
(Des 16 ke 22)
By: Lia Zaenab Zee
Rerambah percik air, atap seng limpahan hujan suatu pagi.
Aroma dapur bersekutu dingin mengelus rasa merengek lapar. Berada, di lingkaran ruang bau racik rempah memanja
memelukku sepagi ini
Rumah cinta, Bunda, serenade
kasih dan hati menghangat
Amboi...
Almanak menggilas ingatan angka 22. Bun, kupastikan angka 22 tak mengenal empuk putih 'kasih' pada urat hatimu...
''Bun, Kasihmu tak perlu bilangan. Apalagi angka.''
Bermekaran, sepanjang musim. Periperi cinta mengitari tiada henti. Bersekutu malaikat kebaikan meramu mantra pujian:
'' Ntuk Perempuan Berahim Asih''
Pualam kasihmu, kudekap
bersama usia. Tumbuh bersama hembusan nafas, jadi detak
Jantung. Kuhirup bersama
kerak cinta pekat sepenuh dada, meleleh, mengaliri anakkan
sungai mata ....
Memilikimu, keajaiban
Sajadah bentang bersama rintih
rapal doa ntuk perempuan yang serat rahimnya sebagian aku
Pencarian surgaku berujung di kakimu...
Makassar,16 Desember 14'
Lantun Alif Ba Taa
By: Lia Zaenab Zee
Ada lembar usang harum kasih
Hangat berlompatan membenak
Bahu kokoh, pijakan pertama
kurebah
Lantun Alif, Ba, Taa ...
Tentang usap kepala, kala
membola mata mulai cerewet berkeluh
Tangan penghapus anakan
kornea, dicemas bocah
Ayah, aroma tuamu kucium
Ilusi..., rerindu melayang menggerayang
Kalam Ilahi menggetar ruang
Suara radio senja ini...
Talu buhul rindu mengangkasa
mencari namamu di pintu awan
Alif Ba Ta...
Suara bocahku, menyelinap
rincing di suara Qori'ah
Alif Ba Ta...
''Ayah, itu lafalku, berpuluh
silam, lari.''
Mula denting eja di hadapmu
Benak kilas ruahruah ranting
waktu, bersama, silam
Mengunyah derai tawa, pekik
riang lelucon hari
Ini aku -bocah putrimu-
Rapal doa, berpeluk cinta,
memungut cerita berenda rindu
Menghimpun bab akhir,
''Ayah, Tak pernah kujumpa
diksi penutup''
Jarak adalah cinta yang
berenda rindu kan, Ayah?
Alif Ba taa...
Makassar, 15 Desember 2014
Kepada yth:
Puisi Essai 2014
CCa: Jurnal Sajak
Di
Tempat
Hal: Surat Permohonan Maaf
Dengan hormat,
Bersama ini, saya kirimkan 1 (satu) buah karya puisi essai , berikut:
Judul: Senandika Gadis Pemecah
Batu Kokoh Batu
Oleh: Lia Zaenab Zee
Merupakan hasil asli (original) penciptaan saya, dan belum pernah dipublikasikan dan diikutkan di event/lomba apapun dan di manapun
Dan sekaligus permohonan maaf yang sebesar-besarnya. Terkirim, tidak dalam bentuk 'attacment' seperti yang dipersyaratkan.
Hal ini terjadi, karena perangkat tidak memungkinkan. Sebesar-besar harapan saya. Pihak redaksi memakluminya. Jikapun persyaratan attacment adalah bersifat mutlak, memohon dengan sangat, ketersediaannya, untuk mengirimkan pemberitahuan.
Demikianlah, atas perhatiannya di ucapakan terima kasih.
Hormat Saya
Lia Sainab Asbar
NB:
Alamat:Komp. BTP Blok AA/129 Jln. Keindahan 10 90245 Tamalanrea Makassar, SULSEL.
Mobile: 085242931445
--------------------------------
PUISI ESSAI
~LIA SAINAB ASBAR~
Judul: Senandika Gadis Pemecah
Batu Kokoh Batu
Oleh: Lia Zaenab Zee
---
Kurang lebih sepuluh tahun kepergian Bapak
Kurang lebih delapan tahun kepergian Emak
Di mulut jendela, di ketinggian suatu gedung,
di Ibukota Negeri ini
Seorang gadis tercenung,
dikerubuti potongan-
potongan kenangan liku-
liku hidupnya
Kisah takdir setiap manusia
Siapa yang sanggup membaca?
''Rabb, Cobaan dan takdir memberiku arah jalan
pada ruas-ruas usiaku.
Atas Kuasa-Mu, Aku berdiri
di gedung megah ini
sekarang. Usia 27 tahun,
dalam nasib yang berbalik
100 persen, dari kira-kira
sepuluh tahun silam.''
Gumam doa yang khusuk
syahdu, kristal bening
air mata terikut serta, sudah
Keluar dari bibir, seorang
Gadis cerdas berkulit
putih yang ayu
Siapa sangka, dulunya dia
adalah gadis kampung
yatim piatu
Dengan gelar;
''Si Gadis Pemecah Batu''
Berloncatan kisah memenuhi
udara sejuk harum ruang
ber-AC;
Kurang lebih sepuluh tahun lalu
November di tengah perjalanan
Masih teramat samar bayang
awal pagi
Gigil menggelitik nakal
menyusup di sobekan carik
selimut kumal,
bekas Bapak dulu
Ayam tetangga belumlah ribut
Bau malam masih sedikit sisa
Punggung ngilu menjalar
Imbas kerja keras dan hati yang tercabik-tercabik; patah
Sekuat batinnya dan jiwanya
Nalar belianya dikokohkan
Di tempa keras batu, kerasnya
kehidupan sosial
Dan sekeras-kerasnya
mencari suap-suap nasi
Cinta remaja pertama,
Hempas berai, sudah
Kasta papa mendinding tembok
Mamat, tammatan
D3 Sekolah Kesehatan,
perjaka anak Pak Desa
Tak pantas sanding, dengan
gadis yatim piatu tak berwali
kandung, putus sekolah pula,
seperti dirinya
Hanya gadis pemecah batu
Cinta mencemoh, pada
ketidakpantasan derajat
Kepal tangan, tegar berlalu
Tahu diri
Masih rimbun ingatan
Pekik pada kesepian belai kasih
Sebatang kara memecahkan
karang kehidupan
Sekedar ntuk tempat curhat*1
Sekalipun tak punya
Kala Bapak Emak masih ada
Rupa pagi, dingin yang asa
Akan selalu penuh keriangan bocah
Bergegas menyiapkan buku,
tas sekolah dan seragam tak
pernah kenal setrika
Meski buku kumal
Masih sisakan halaman kosong
Meski tas juga kumal, sedikit sobek, dan berjamur.
Tapi masih kuat memuat buku
yang tak seberapa buah
Juga, memuat bungkusan
sepatu sekolah
Sepatu, tentu saja juga
kumal Solnya sudah
aus sebagian
Tetap saja dibungkus
(sepatu hanya dipakai
saat di sekolah)
Akh ..., nasib bocah jelata
Tetap syukur
Bahagia sederhana
kaum papa waktu itu
Kebahagian kecil terenggut
Hari paling nestapa, jeguk
Sang tulang punggung
-laki-laki pemecah batu-
Dia, Bapak
Tergelincir di cekuk liuk
lobang sungai, tempatnya
bekerja
Bersimpah darah kepala retak
Di serakan bebatuan padas
Dalam hilang kesadaran
Rohnya berpulang,
tak sempat mengucap pamit
Emak pingsan, terguncang
Hilang akal, hilang ingatan
Calon adik keenam di rahim
ikut-ikutan kalut terjerembeh
Beriring Emak yang
hilang sadar
Adik janin juga menyusul kepergian Bapak
Sekejap dunia menggulita pekat
Akal bocahnya dipaksa berpikir
keras, alih tanggungjawab
Jelmakan dewasa sebelum waktunya
Anak sulung punggung si sulung
Belia usia tak memberi syarat
Ntuk alasan memanja belia
Tak beri ruang ntuk lemah
di hadapan adik-adik
Adik-adiknya masih kerap
meraung-raung kehilangan
Kehilangan pangkuan,
belai tangan dan sandaran
Yang tiba-tiba pergi
Bapak sekaligus Emak
Memberinya paham ntuk
harus berdiri tegak,
merengkuh adik-adiknya
dalam pelukan
Kala itu, usia anak tertua
dua belas tahun tujuh bulan,
Dia Si Gadis Sulung
Adik keempat bungsu empat
tahun lebih, balita yang
belum tau apa-apa
Diusia remaja hijau
Terpanggang gerah keadaan,
jadi pengganti Emak Bapak,
sekaligus
Kuasa Tuhan memihak
Si Gadis Sulung, bisa lulus
Sekolah Dasar dengan nilai tertinggi
Di tengah jepitan hidup
Dan dijengah tatapan
haru biru sekitar
Ditengah jatuh bangun
memikirkan, bagaiman adik-adiknya bisa makan
Ditambah bayang-bayang
retak darah kepala Bapak
Lalu miris kesakitan jiwa Emak
Tertawa dan menangis
tak kenal waktu
Bagai lekat bayang mimpi buruk
Belukar sesak di otak kepala kecilnya
Emak tak pernah pulih lagi
sejak hari nelangsa itu
Sungguh-sungguh,
hilang akal hilang dunia
Atas belas kasihan warga,
petugas desa, kerabat,
tetangga, bla...bla...bla
Pedih-pedih mereka sedikit
jenak terpeluk
Emak tertampung, di Rumah
Sakit Jiwa pemerintah
Juga berbekal welas asih
berbagai pihak
Tetangga yang kebanyakan
sama-sama jelatanya
Si Gadis Pemecah Batu
dan adik-adiknya masih
berpeluk nafas
Sungguh linu, remaja putik
Meruah keringat banting tulang
di bawah perintah telunjuk orang
Demi sesuap nasi
Tanpa belai, tanpa arahan
Bebatu tangan genggam derita
Garis tangan sudah tertuliskan
seperti itu, hendak berkata apa.?
Bertahan kurang dua tahun
setelah Bapak pergi, Emak menyusul, dalam damai
Membawa ingatannya yang
tak pernah kembali lagi
Pun Si Gadis Sulung
dan adik-adik telah siap,
berdamai untuk disebut:
''Anak-anak yatim piatu.''
Terlipat waktu untuk lika-liku perih
Mengemas seragam,
Sekolah Menengah Pertama
Baju putih bekas anak tetangga,
yang sudah menguning
Tammat sebelum disyahkan
ijasah
Guru-guru melepasnya
dengan mata kaca,
senyum iba tak berdaya
Anak murid, gadis kecil cerdas digaris nasib yang miris
Melambaikan tangan pada
angka-angka cemerlang
di Rapor
Meredam gemuruh sesak,
masa remaja dalam kecap
cita-cita memunggunginya
Tiada daya
Dunianya lanjut
Berubah jadi tulang punggung
Adik-adiknya perlu makan
Tak akan ada yang memberi
suapan gratis selamanya
Bertahan hidup
Jalan satu-satu
Dia pernah mempelajari
di Sekolah Menengah Pertama
di tahun pertama yang
dinikmati hanya setengah,
dulu
''Tangan di atas lebih mulia,
dari tangan di bawah''
Singsingkan lengan baju
Batukan cita
Melawan kodrat Hawa
Membunuh rasa malu
Mengacuhkan tatap kasihan
Tulikan cela jari lentik remaja ayu
Dan gumam-gumam riuh
dari sekitar
Menemui bekas juragan Bapak
Mula, Jadi gadis pemecah batu
pangganti Bapak
Ngilu punggung torehan rodi
sore kemarin, gigil masih mengigit
Tak tepis cita baja ntuk lanjut
hari ini, esok dan esok
Punggungnya dan tangannya
tertoreh benang nafas adik adiknya
Hidup terus berlanjut
Gadis kecil segegas-gegasnya menjelma dewasa
Yah, hari ini tepat 17 tahun
Dalam kerasnya padas batu,
sumber rejekinya
Dalam tapak tangan yang
kapalan bercumbu batu
Gadis pemecah batu, Gadis pemecah kerasnya hidup
Dengan dua kisah cinta
yang telah lebamkan hati
Sama-sama kapalan dalam
luka fisik luka batin
Paut pada lirik merah jambu
jejaka tampan anak Juragan
Hatinya terbilur rindu
Terperangkap, menganalisa
dan membaca gelagat Istri
Juragan dengan tampang
semakin kecut, selalu
''Rino anak sekolahan,
temannya harus anak sekolahan....''
Keras ucap Istri Juragan suatu hari
Meraba pada cerita cinta pertama
Aku siapkan hati ntuk tercabik lagi
Entah kenapa, atau malah
sangat jelas,
Si Gadis Pemecah Batu baca:
terasa suatu ucap sindiran,
cemoh tak sepadan
Lagi-lagi ketidaksetaraan?
Sehari sebelumnya, Rino
anak Sang Juragan dan
Si Gadis Pemecah Batu
kepergok Istri Juragan mengobrol
riang tanpa kasta suatu senja
di jalan desa
Bermasalah?
Emak Rino bernaluri curiga
Khawatir pada burai riang
dalam senar gelak tawa mereka
Sesungguhnya,
Si Gadis meraba degup
yang asing jalari dada,
lebih talu dari degup
yang dulu
Nalurinya membaca
Rindu menggantung sama,
di kening dan bola mata
sang jejaka,
Si Rino anak Juragan
Tahu diri
Tahu diri bertalu lebih keras
dari talu apapun saat itu
Berdamai dengan keadaan
Surat Rino tak pernah terbalas
Berpuluh kali, hadangan dijalan Usaha-usaha temu,
ditepis, disiasati berbumbu
dan
berpuluh-puluh alasan pula
Si Gadis tak beri hatinya
harap, 'sesuatu'
Yang kemungkinan
membuatnya berdarah hati,
lalu patah rindu lagi
Sudah cukup, pilu
tak mesti ditambah- tambah
Rino, Perjaka anak Juragan
Merenda masa depan di suatu
Perguruan Tinggi Negeri di Kota
Kebanggaan orang tua dan
simbol martabat orang sekampung
Tentu saja, calon pendamping
haruslah yang 'pantas'
Tidak berbicara pada pilihan hati
Tapi berbicara pada keselarasan martabat alias level
Hati mungkin tak berjarak
Tapi ada jarak lain:
Berjarak dalam ekonomi.
Berjarak dalam ilmu
Berjarak dalam kehidupan sosial
Berjarak bla... bla... bla
Dan yang terpenting
''Martabat harga mati''
Terbunuh putik rasa Si Gadis
ntuk kedua kali
Si Gadis, telah terlatih, terbiasa
dan siap, menerima derita
macam apapun
''Adik-adikku tetap bisa
makan, urusan nomor satu.''
Bisiknya suatu senja pada
semilir angin, di hadapan
pusara Bapak Emak
Putik cinta remaja gugur lagi
Membuangnya, melambaikan tangan,
memusnahkan bibitnya
Sambil menata hati
menambah tatakan batu hati,
berlukiskan ketegaran
Remaja ayu dalam belukar
kisah yang perih, harus kuat
Ada yang lebih batu dari
sekedar cinta yang diributkan
Kasta yang tak sebanding
Lalu remukan hati yang serpih
patah
Di angan
Bisa melanjutkan sekolah lagi
Gelisah yang lebih gelisah
Jadi pintar lebih 'benak'
dari hanya sekedar jadi
anak mantu Pak Desa
atau anak mantu Sang Juragan
Jadi pintar, punya Ijasah
Akan memberi ruang memilih
Memilih kerja yang lebih paham
kodrat manusiawi perempuan
Kerja yang memberinya marwah'*2 Buat Perawan Desa
yatim piatu sepertinya
Yang terpenting titelnya akan
jelma 'martabat',
yang selama ini telah
menguburnya dalam
keterbatasan harap,ruang cita,
dan kehidupan sosial
Gadis Pemecah Batu
Yang jadi titelnya selama ini
Status, yang selalu
melahirkan tatap kasian
tikaman keminderan
Lalu merubah jadi cerita
Lalu berubah jadi gossip
Lalu terakhir berlabuh sesak
diam pasrah sesak dalam dada
Dan menaruhnya dalam kasta
lingkaran sosial terendah
Hari ini dan entah sampai kapan
Lekatan kasta sosial terendah
menimbunnya
Yang jelas, lekat pekat berpeluh
lenguh tegar, masih sahabat
paling setia saat itu
Bertahan hidup, prioritas pertama
Diketiaknya, tempat adik-adik
berlenguh kesah
Di tangannya sumber sesuap nasi
Jika lapar, siapa yang perduli?
Nafas Baja tekad batu
Jadi pemecah batu
Pagi ini, pagi berikutnya dan berikutnya, entah sampai kapan?
Satu tahun sebelas bulan
Ada suluh obor kecil dihati
Namanya terdaftar untuk ikut
Paket C Kabupaten
Damba yang megah syukur
Yang terapal di doa-doa malam
Merayu Tuhan, Ijasah dan pintar
-Sekolah Menengah Atas-
Bukankah standar kasat mata
tanpa undang-undang tertulis?
Derajat diukur dari bibit asalmu
Kemudahan urusan, diukur
dari siapa kamu?
Kehormatan disebut pada
titel yang semat dinamamu
Wibawamu terukur dari
berapa banyak duit
yang bisa kau kuasai
Jodoh kisah Cinderalla
Sang Putri Abu, hanya
dongeng pengantar tidur
Dongeng yang diciptakan
ntuk memberi senyum
pada 'keputusasaan'
yang tak tertawar
Hal ini telah tammat
terpaham oleh Si Gadis,
jauh-jauh sebelum
waktunya dipelajari
''Bab pelajaran hidup yang
paling cepat tammat kubaca''
Curhatnya pada diary (buku
biasa tak indah seperti buku
diary yang seharusnya)
suatu pagi di saat patah
hatinya yang pertama
Tuhan tidak membedakan
manusia ciptaanNya
Ego dan aturan manusialah
yang menciptakan aturannya sendiri
Menyalahi aturan Tuhan?
Diskriminasi antar sesama
manusia adalah laku paling purba
Perjuangan menegakkannya
adalah perjuangan yang juga
sama-sama purbanya, tanpa akhir
Selalu ada patriot disetiap masa
Darahnya teralir juang anti
diskriminasi sampai liang lahat
Tapi semua hal di dunia berpasangan
Setiap patriot punya musuh
Yang taruh baja melawan patriot
Mungkin, seperti pahlawan
cahaya dan pahlawan
kegelapan, entah
Bagi Si Gadis Pemecah Batu Berada dalam pandangan kasian
dan hinaan, tak bermartabat,
telah mendarah daging
di kalbu, sudah terlalu biasa
Seperti itu, bara semangat
tak lantas mundur patah arang
Juang tetap meng-api kobar di jiwa
''Apakah aku bisa disebut
Pahlawan Cahaya dalam senyap.?''
Dialognya; bersenandika kerap hantam kalbunya
Pantang mundur adanya
Celah setitik apapun dituntutnya
Suluh sekecil apapun akan
dicari arah titik terangnya
Gadis pemecah batu, tegar batu
Pada padas cita batu
Enam tahun kemudian
Toga telah bertengger di kepala
Keajaiban selalu ada, menyapanya;
Suatu lembaga amal bergerak
di berbagai bidang salah
satunya bidang pendididkan,
bersedia memberinya
beasiswa penuh
Bermula lewat liputan profil,
perjuangan, peluh batu
Si Gadis Pemecah Batu
Liputan suatu;
Stasiun Televisi Swasta
Cumlaude, ... Cumlaude!
Setidaknya satu pintu terbuka
Kertas ijasah senjata tarung termiliki apik
Melelehkan sebagian
partikel diskriminasi yang menyelimut selama ini
Tidak ada yang mustahil
Bila diniatkan baik dipinta melangit
Dan dicamkan setegar baja
Peluh batu, kokoh dada
Lalu diikhtiarkan sebatu-batunya
Rabb sedekat urat leher
Maha Mendengar
Dia Maha Pengatur
Maha Adil
Makassar,16 Desember 2014
---------------------------------
Be Continues... Page 2 ---»
Minggu, 07 Desember 2014
PuisiMingguanDuDek9
Judul:Rel Kereta Tikam tak Usai
Oleh: Lia Zaenab Zee
Jenggala benak talu serupa lindu
Kemas genangan air kelopak
Kunikmati cabikan perih senti demi senti, senyap.
Taburan kembang kamboja magis Dinding gigil purna rasa hilangmu
Hilangmu, rupai jejari waktu
Merenda jaring labalaba kanker Sebarannya luka rapuh menggurita Mengobok pedih darah
Seakan diriku ikut lenyap
Kutenggelamkan laku paling karikatur, badut
Harap liar kenangamu halau
Rel dan Kereta senjakala kelam
Tikam aku tak usaiusai
Makassar,21 November 2014
DAFTAR PUISI:
1.KUPELIHARA PURNA
CINTA I
2.KUPELIHARA PURNA
CINTA II 3. KUBURAN MASSAL
--------------------------------
1.
KUPELIHARA PURNA
CINTA I
Oleh: Lia Zaenab Zee
====' ==='======'==
Cinta beronak duri
Terlarang!
Membatu langkah ...
'Silariang'!*1
Kupelihara purna Cinta
Sel darahku mengirim resus positif pada darahmu ...
Cinta sesaki ruang oksigen, alirannya tersumbat sampai ke otak Tumpah di jantung hadirkan debar keanggunan lunar
Kutup hati sibuk mengigau saling mencari
Bibir berhias laras kinasih
Selaputi mata tertuju keangan matahari
Terdengar melodi buhul perindu
Terekam syair dendang kasih
Iring langkah harmoni padu
Aroma pelukan, hadirkan getaran 'sayang' di nadi
Kuberi isin kecupan di keningku yang bulan
Kemudian
Simpang jalan genggam kita Linglung gamang!
Terantuk langkah
Limbung!
Pekik lindu menguasai jalan nafas
Tak terijabah restu membajui cinta begitu sulit, sesak
Memilih
Tercerabut akar kehidupan Berseteru ayatayat suci
Memunggungi budinorma
Berpaling sulur budaya
Kukuh terengah darah
Saling eratkan genggam
Tekad batu
Makassar,18 November 2014
------------------------------
2.
KUPELIHARA PURNA
CINTA II
Oleh: Lia Zaenab Zee
Tidak ingin kupelihara sesal
'' Siri` na pacce ''*2
Kuindahkan lukaluka
Pentas turun layar penutup
Kini
Angkuh cinta menolak kecup riang Ditepitubir detikhari surga kita
Berganti gelisah pendar bulan
gundah
Kobar api bernama asmara
Telah membakar rindu yang cinta
Menjalar amuk remuk
Tercampak! hangus
Sejatinya
Cinta, telah ...
: Anugerahiku proses tumbuh
Warna warni
Terang gelap
Beku cair
Airmata senyum
Terbit kembali rupa pendar suluh kecil liuk merah
Mendewasa
Jelma rindu syahdu hangat asih Cinta akan selalu ada disini (dada)
Teraba bening bentang nurani
Tabah, menawan, sabar, kilau
Karena
--Kujaga purna laku 'Cinta'
Makassar,17 November 2014
Note:
Silariang*1=Kawin Lari
Siri' na pacce*2= malu sekali
======'======='======
3.
KUBURAN MASSAL
Oleh: Lia Zaenab Zee
Pendar gundahgulana matahari
Awan berarak mengepung pinta
Pada basah yang air
Pada musim yang gigil
Pada debu yang kuyup
Jelma gembur tanah yang riang
Dibahu aspalaspal beton negeri ini
Dilangitkan mohon yang ngilu
Dilarung anganangan idealisme
Tentang pekik kemiskinan sekarat yang jadi mati
Anakanak negeri bergerilya di jalanjalan
Berhadapan moncongmoncong bedil menganga
Memerah, mengorange, menghijau
Melaut peluh berpelukanyir kotoran telingatelinga Penguasa yang berpurapura tuli, mati rasa
Yang begitu gemar mengerami resah jelma simalakama rakyat
BBM topeng basi kalkulasi cekik
Ejakulasi prematur
Hitungan subsidi BBM pakarpakar penguasa
Omong kosong!
Yang pasti kami eja yang hapal
Beras tak terbeli, anakanak kami tulang belulang
Omong paling kosong
Kalau perut kami kosong
Baiklah
Gali saja kuburan massal
Makassar,17 November 201
_fajar ditlk
#30HariNonStopMenulisPuisi-30
Nama asli: Lia Sainab Asbar
Nama pena: Lia Zaenab Zee
Judul: Desember 4: Lambai Akhir
Untai rumah awan hambur tangis Meluap menutup senyum matahari Bandara suatu senja, luruh air
Menyembunyikan pekik sesak dada Basah senja, basah kelopak, basah sedihku
Lambai akhir
Elegi kisah mulai menebar benih Kucoba berlayar di tatap matamu yang kabut
Gelap, kompasnya mati tak berarah
Kapal berlayar terombang ambing tanpa pandu
Selasar sepi setia menemani Desember keempat sua
Kuketuk ruang kenang, menyahut suara sekarat di sana
Harusnya lambai akhir mengajarkan bab tentang cara elegan melarung rindu
Empat Desember siasia kularung Kudapati namamu selalu ajarkan ntuk menunggu di pelabuhan jiwa
Desember keempat kupatri setegar karang
Kuusap tanpa sisa haru, bahwa namamu hanya bernama kenangan Hanya itu
Makassar,4Desember2014
------
#30HariNonStopMenulisPuisi-29
Nama asli: Lia Sainab Asbar
Nama pena: Lia Zaenab Zee
Judul: Kisah Degup yang Setia
Kisah tentang degup yang setia. Menjejala di dada, mengalir di nadi. Kusemat pada bungah yang rindu. Negeri gemah ripah loh jinawi. Negeriku
Negeri yang namanya kulantun
dengan penuh cinta. Kulafal di doa. Kuimpikan dalam angan akan sebuah ranah tempat kembali yang permai. Bentara tanah yang terukir moyang beranakpinak nafas patriotik
Indonesia darahku. Tempat, handai taulan melangitkan harap.
Mengalirkan peluh. Menyapih mimpimimpi
Untukmu direlakan nyawa berkalang tanah. Hanya padamu. Cinta yang tak jemu. Rindu yang tak pernah selesai disulam.
Untukmu, lukamu bagian dari rasa tersakit kami. Untukmu, sentosamu, kebahagian paling palung
Bopengbopengmu adalah lalai yang kami semat. Maafkan!
Makassar,3Desember2014
------
#30HariNonStopMenulisPuisi-28
Nama asli: Lia Sainab Asbar
Nama pena: Lia Zaenab Zee
Judul: Peramu Suluh Kecil
Negeri tercinta berkarat sekarat karam dengan benci yang racun. Mahir mencari-cari borok luka sesama. Candu mengawang mentereng pada emas, kursi, kuasa. Mencabik amuk pada semua yang rintang
Budi nalar dipanggang rasa benci telanjang, ramuan saling fitnah dicap halal kepentingan golongan.
Mabuk ambisi sempoyangan toreh legam sejarah
Anakanak zaman. Dilapalhapalkan keserakahan. Timbangan martabat diketuk palu dengan pundi pundi uang. Kepintaran dilacurkan makar di majelis majelis ilmu
Negeri terisak dalam raungan pinta:
Jadilah sebaikbaik peran. Jadilah manusia positif. Penyimpan asa dan mimpimimpi yang dijaga sepenuh jujur dalam kantongkantong dan kamarkamar kebenaran.
Jadilah suluh yang kecil. Kala bongkahan percikan terang jelma bola api menghanguskan senyum Tuhan Ranah Pertiwi
Indonesia gemah ripa loh jenawe
Biarkanlah Tuhan tersenyum tulus.
Jadilah peramunya sebelum 'Dia' sebenarbenar menjadi bosan
Makassar,1Desember2014
------
#30HariNonStopMenulisPuisi-27
Nama asli:Lia Sainab Asbar
Nama pena:Lia Zaenab Zee
Judul: Desember
Akan selalu seperti ini
Namamu datang menyapa di pintu kelim tahun. Dengan sejuk yang masih. Pada senyum yang selasar kristal pada gigil ruah basah air.
Sejuta cemas sejuta damba. Hadirmu tabir kisah di lembaran resolusi penanggalan sepeninggalmu.
Desember dengan nama yang manis. Akan selalu menyisakan kisah penutup yang kenang. Bab akhir dari sebentara genangan waktu bernama tahun.
Senyumlah Desember, meski basah menganak di bopeng-bopeng waktu sebelummu. Biarkanlah senyummu jadi belai yang paling belai. Biarkanlah senyummu
madu pada detikdetik lambai perpisahan tahun.
Dan biarkanlah
''Senyummu adalah pelipur paling lapang, untuk jiwa-jiwa perindu harapan dan rimbunan mimpi-''
mimpi''
Senyum semesta di pintu-pintu
Ulur sambutmu. 01 Desember.
Makassar,01Desember2014
#30HariNonStopMenulisPuisi-26Nama asli:Lia Sainab Asbar
Nama pena:Lia Zaenab Zee
Judul: Berai Di Ujung Ikrar
Kekata yang busa tak mampu bawa seserahan rindu ditubir
malam malam kita. Selapang hembusan nafas lambai kisah pada penutup. Aku tak maknai ini takdir. Tapi berkah, terkemas sebentuk kado ujian
Seremah apapun berai serpih kita. Selalu ada rekah bunga di tiap musim. Jika memang takdir menorehkan resah beruntai detik ini. Mungkin jutaan detik berikutnya beruah untaian benang benang emas
Ini bukan tentang cinta dan rindu. Ini tentang langit yang menauki kita selalau mewartakan musim beda dalam kecap kita.
Ini bukan tentang condong ke sesiapa. Kamu dan Bapakku . Dua nyawa sejuta beda. Yang kukecap dalam rasa yang sama.
'Sayang'
Telah selesai kulisankan apa yang seharusnya.
Makassar,30November2014
#30HariNonStopMenulisPuisi-25
Nama asli:Lia Sainab Asbar
Nama pena:Lia Zaenab Zee
Judul: Bulan Ganjil Mengintip Peradaban
Bulan Ganjil mengintip peradaban. Nyawa melata mencari pulang. Kepulangan aneh tak bernama. Siasia tragis pilu. Pahlawan kesiangan. Harga terbayar ntuk niat yang abu?
Menetaskan darah yang gamang. Meretaskan musim yang galau. Mengoyak sobekan cinta luka Bunda. Mengerak sesal tangis Ayah
Jika pahlawan niatkan ruh sebagai pahlawan. Jika ragu, jangan sulam bodoh yang pahit. Penyerahan, yang jauh 'makna'. Kenangan sejarah Bulan Ganjil. Sia.
Makassar,29November2014
Note:
Kenang: Korban masyarakat umum pada Demo BBM 27Nov14.
#30HariNonStopMenulisPuisi-24Nama asli:Lia Sainab Asbar
Nama pena:Lia Zaenab Zee
Judul: Kepulangan adalah Kemestian
Kepulangan adalah kemestian. Dalam detak haru balur doa. Pagi ini rohmu pergi. Kenang adalah sisa bagi jejak yang kau tinggal. Dan masa remaja adalah kebersamaan yang indah, Sahabat.
Beribu hari bilangan remaja telah berlari dari kita. Kepergianmu membuka ingatan rerupa kilasan potongan kekonyolan manis.
Buram hari kala hati kita labil persoalan cinta remaja. Berlompat riuh kala kita memetik bahagia dipeluh prestasi. Atau bak penyair kesiangan mengindahindahkan kata merangkai mimpi-mimpi kita kelak.
Doa lantun sertai balut kaca
kelopak. Hanya persoalan sederhana jika antrianmu lebih dahulu, Sahabat
Kepulangan adalah kemestian. Dan kedatanganmu telah usai, Sahabat.
Makassar,28November2014
#30HariNonStopMenulisPuisi-23
Nama asli:Lia Sainab Asbar
Nama pena:Lia Zaenab Zee
Judul: Kemboja -Lumeria Rubra-
November kedua
Kujeguk haru batang kamboja yang kutitip di November kesatu gundukan pusaramu. Bunganya putih kekuning aromai kenang perih masih menguasai dada. November ke dua begitu cepat dirindu yang masih selalu muara di kolam kelopak.
Begitu susah memetik ikhlas. Seperti pita pinta yang lelangit telah kucoba. Hadirmu didada selalu seperti kisah yang laut. Gemuruh ombak, kadang tenang indah dan kedalaman misterius. Mungkin serupa itulah ikhlasku. Masih selalu penuh goncangan dan kapar yang senyap.
November kedua. Kamboja, pusara yang lambai. Damailah dalam tidur abadimu. Seperti pinta yang maha
untuk melepasmu tanpa perlu sisakan dada yang sesak ... '' Abang ''
Lumeria Rubra akan selalu terjeguk
Makassar,27November2014
30HariNonStopMenulisPuisi-22
Nama asli:Lia Sainab Asbar
Nama pena:Lia Zaenab Zee
Judul: Sesederhana Kusebut Sebuah Nama
Sederhana saja datangnya
Rindu yang tiba tiba usik
Tapi entahlah di bagianmu
Selalu kau rapal untukku kata
sayang yang kadang kutepis jengah terlalu 'asin'
Aku meng-amin
Setelah sekian waktu dan usaha kau ulur
Kuresapai dalam rasa sederhana
Kucecap manis pelan pelan saja
Sederhana bisa menyakiti?
Aneh...
Kuterima pengakuanmu
Tentang janji yang kau tunai
Batal?
Pun entahlah
Hatiku ; pun entahlah
Sederhana saja ambil tunaimu
Pergi! --tak masalah.
Makassar,26November2014
#30HariNonStopMenulisPuisi-21
Nama asli:Lia Sainab Asbar
Nama pena:Lia Zaenab Zee
Judul: Kubutuh Rapal DoaDoa
Dicinta yang tunai
Pada rasa yang tak perlu jawaban
Pada ketakutan purna
Pada gigil paling gigil
Pada pasrah lelangit
Kupersembahakan pemujaan
Di altar paling indah yang kutahu
Kala sayap malamMu jelma pesta batin
Riuh rendah nyaman yang magis
Kala kuhamburkan segalanya
Di hadapanMu
Engkau adalah Dzat yang tak pernah tuntas terdefenisi
Karena Engkau adalah ketuntasan itu sendiri
Pun kuatkan aku untuk tak pernah berhenti merapal doadoa
Seperti selselku yang tak pernah selesai
Merangkai jatuhbangun khilaf
Makassar,25November2014
#30HariNonStopMenulisPuisi-20Nama asli:Lia Sainab Asbar
Nama pena:Lia Zaenab Zee
Judul: Gadis Pemecah Batu
Pagi awal November
Masih teramat samar bayang hari
Gigil gelitik nakal disobekan carik selimut kumal, bekas Bapak dulu
Ayam tetangga belumlah ribut
Bau malam masih sisa
Ngilu punggung torehan rodi
sore kemarin, gigil mengigit
Tak tepis cita bajanya ntuk lanjut hari ini
Punggungnya nafas adikadiknya
Bapak Emak telah berpulang
Gadis kecil lekatpekat singsing
lengan, berpeluh lenguh tegar.
Melanjutkan hidup
Diketiaknya, tempat adikadik
berkeluh kesah
Merapal asa, nafas dan belai
Jika lapar, siapa yang perduli?
Nafas Baja tekad batu
Jadi pemecah batu
Pagi ini, entah sampai kapan?
Makassar,24November 2014
17 brs
#30HariNonStopMenulisPuisi-19
Nama asli:Lia Sainab Asbar
Nama pena:Lia Zaenab Zee
Judul: Kolam dan Melati
Aku tubuh puisi yang mengolam
Tenang pada ikan ikan yang riuh
Aku Melati di tepi jendela
Yang wanginya tak selalu mampu bangunkan lenamu
Kolam Melati saling mencari pagi pagi
Lupa waktu di waktu siang
Saling rindu pada malamnya
atau saling membuang rindu diselanya
Aku masihlah aku
Samping jendela teraroma melati
Kolam tetap tenang meski ikan ikan sebagian lari sebagian pergi sebagan entah
Kutabuh lesung kolam dengan percik air
Mengabarkan musim pada melati
Kolam dan melati tetap setia bersama tercekik waktu
Tetap runut mengenggam alur
Melabuh rela pada angin takdir yang begitu rajin menyapa
Kolam Melati masih akan ada
di segala musim
Makassar,23November2014
#30HariNonStopMenulisPuisi-18
Nama asli:Lia Sainab Asbar
Nama pena:Lia Zaenab Zee
Judul: Mahkota Tercampak
------------------------------
Langit menggurui keras
Bumi serupa menghimpit
Nafas memburu pecah dada
Kaku nerve, kelu lidah
Selsel jenak rupa semaput
Ketukan palu baca takdirku
Aromai udara sesak galau
terpojok lingu
Mahkota pujapuji berai
Sesal susul menyusul
Air kelopakku reruah banjir
Tatap bola mata bening,
Pangeran kecilku
Hunjamkan matapanah paling pedih, tepat di jantung
Tetaplah putih Nak! isakku
Jalajala cangkang bekap
Sayap patah, tercerabut
Derita mengintai detikku
Senyap muram, angkuh hari
Jadi sahabat sepi
Makassar,22 November 2014
---
#30HariNonStopMenulisPuisi-17Nama asli: Lia Sainab Asbar
Nama pena: Lia Zaenab Zee
Judul: MATI ATAU HIDUP SAMA PEDIHNYA
Bilur merenda bisu
Bernanah sapih sepi lara
Bermukim lindap terasing
Hidup tak ber'asa
Carut perang mamah
Merangkak detik lamban
Maskul menunggu takdir
Rasa takut mengebal kerak
Mengental, menyumbat nadi
Maut menganga siap terkam
Kejam murka perang ....
Derita tak terhitung
Senyum ...
Entah...? begitu sakit
Tak punya pilihan
Mati atau hidup sama pedihnya
Makassar,21 November 2014
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
#30HariNonStopMenulisPuisi-16
Nama asli: Lia Sainab Asbar
Nama pena: Lia Zaenab Zee
Judul: Pengulangan Detik yang Sama
Selalu debar yang buncah, ragam
rasa. Penanggalan spesial di bulan tepitubir tahun, November. Hari ini senyum yang debar. Menghitung angka, mempeta senyum dan mangancam duka, enyah.
Merenda ingatan, kala tangis pertama gigil menyapa dunia.
Berlari lampau hari itu. Tapi selalu,
Kotak waktu selalu rajin menyapa
Pada kerut yang tersulam, pada rambut yang enggan seluruhnya menghitam.
Kado waktu yang ikhlas menyapa
Pada hari dan angka yang sama. Kebaikan waktu yang rela berbagi
ilmu mengajarkan tentang proses menjadi dewasa. Tentang waktu yang arif membagi ruang untuk melakukan yang terbaik sebelum pintunya ditutup.
Makassar,20 November 2014
NB:
Special for Bunda Icha
HBD Wish U All the Best
Tunda
#30HariNonStopMenulisPuisi-
Nama asli: Lia Sainab Asbar
Nama pena: Lia Zaenab Zee
Judul: Lelaki yang Namaku Disemat Namanya
Kisah pada sebuah rindu yang merah. Kelopak yang abadi.
Tangkai kokoh yang tak berduri.
Wangi dalam aroma ruparupa, semuanya adalah wangi yang rindu.
Kisah tentang Cinta yang Cinta. Cinta azali penumbuh darah dagingku. Cinta yang semat lekat di kesejatian hidupku. Cinta yang namanya kusemat di akhir namaku
''Asbar Sinang''
Lelaki yang doadoanya bertaburan namaku terapal. Lelaki yang ikhlas melatakan kuatrenta usiany ntuk'ku. Lelaki pemintal gen buhul rindu.
Lelaki, yang cinta. Suatu tanya dan jawab yg tak perlu dibahas. Dia mencintaiku titik tanpa koma. Lelaki pemelihara sayang abadi, untukku. Bapak, menganak rindu ...
Makassar,19 November 2014
#30HariNonStopMenulisPuisi-15
Nama asli: Lia Sainab Asbar
Nama pena: Lia Zaenab Zee
Judul: Asmara Ikhlas
Hari belum dipinang cahaya
Tasbih fajar di tepitepi lafal
Benak yang lindap rapal doa Keluhkesah akar lilit
'' Aku sesuai prasangka hambaKu''
Bekap pada pikir yang nalar
Tengadah sujud
Kumuara tuju hanya pada-Mu
Kuasmarakan pikulan beban
Melatakan ikhtiar paling baja
Walau cekik punggungi asa
Banting lebam sendisendi
Asmarakan ikhlas
Di leleh isak simbah rukuk
''Aku sesuai prasangka hambaKu''
Sepenuh rela termadu kupetik asih
Wangi ditebar di nadinadi
Rimbun mantra
Asmarakan ikhlas
Makassar,19 November 2014
1.
Rujuk Damai Nelangsa Januari 2015
By: Lia Zaenab Zee
Cakrawala jingga temaran galau
Menanti tahun bersalin angka
Nelangsa bulan mengintip muram
Awan resah guruh mencabik
Mata Januari teralir basah
Peluhpeluh masih terasa anyir asin Bau kimia gas airmata teraroma
Darahmuda ditubir selasar aspal
Burai asa didakian kelok curam
Kepalnya senyap beku meradang
Terbungkam selingkuh tingkat dewa, jumawa Tuan Birokrat
Merapal kepul asap miris dapur EmakEmak, BBM cekik
Kami mengap habis nafas
Mengocehlongo bungkam
Wong cilik terlindas diselasela ceruk retorasi pakarmafia
Lalu
Memantrai lautan tak warta ombak besar, solar hanya seadanya
Sesajen untuk padikebun yang ditalakcerai pupuk
Buruh sekarat, ceracau mimpi janji
kenaikan UMR
Lalu
Terpekur bengong memandang kilatan ton cahaya, duit yang
menyala siasia di udara
Januari 2015
Subsidi khianat
Lalu
Rujuk damai pada nelangsa
Muntahan darah lukaluka esok
Kalaparan
Makassar,18 November 2014
2.
Fa, Bulan Gigil
By: Lia Zaenab Zee
Sebuah senyum
Disuatu tubirkelim tahun senja
Jelma Januari
Tertulis dalam reka runut diary Hangat
Kini
Bidadari menyulam awan
Bingkai rupa hari abuabu
Mencandai matahari dalam
tabuh lesung guruh
Cristal air luruh mendinding
Dingin
Gelas teh jasmine, membagi gigilku
Gelinjang uapnya menggurita ingatan
Kafe memoar Januari
Tak mampu
Usir rekam bayang tatap hangat Semburat rona dekik pipimu
Di sini
Menggigit gigilku Fa!
Segigil diary kesepian tak terjeguk
Tak ingin
Jejariku terlanjur beku ....
Makassar, 17 November 2014
3.
Seserahan Januari
By: Lia Zaenab Zee
Saat waktu memihak ingin kita
Jenuh tawar pada juang tiada surut
Terjang kerikil halang, tuntas
Jalan indah bunga bungah rasa
Januari membujuk matahari
Kirimkan sinyal sejuk hari
Janji kita lukisi detik bulan ini
Awal tahun ikrar terpahat
Genggam padu senyum airmata
Senja sumringah Januari ....
Kularung benakku menatap cinta
seserahan rendarenda merah hati
Semerah angan bertaut senapas
Sedepa lagi kita meng'amin
Buncah bahagia
Berlayar di matamu
Rerindu susup ruah
Mengayun disenyumku
Kunangkunang menari sulam
malammu
Kupukupu lelagu dandani siangku
Tabir lisanlisan rapal asmara
Ridha dirapal 'akad kalimatMu'
Taburan kelopak memerah mawar
Aromai penyerahan terAgung
Makassar, 17 November 2014
JANUARI-
1.Rujuk Damai nelangs Januari 2015 2. Fa, Bulan Gigil
3. Seserahan Januari
RoseMSt
1.
Fa, Nelangsa Asa
By: Lia Zaenab Zee
Pernah berkubang basah kelopak
Dinding jarum cristal suatu pagi
Gigil aliri pembuluh tikam kenang
Teh' pekat wangi, bayangmu jeguk
dalam adukan
Berlari ingatan
Mimpi terusik dijeguk beda
Namamu Fa, kisah anakan sungai
mataku
Nelangsa asa hantuiku
Selepas lambaian penutup kita
Rinai mendung lengkapi setting
buram elegi kisah
Pernah kita saling bujuk luka
" Kalau jodoh pasti ketemu ''
Akh! benteng itu pilar utama
Kita memilih ntuk tak daki
Tasbih Rosario mulia adanya
Makassar,19 November 2014
2.
Angan Gemintang Padu
By: Lia Zaenab Zee
Pernah berkubang basah kelopak
Pada rindu mengakar belukar
Jelma belukar onak duri
Khianat! terkapar dipunggungi dusta, serenade jodoh putus harap
Lalu
Temu tak terduga sosmed
Kuasa Tuhan menggerilya
Debar asing gerayangi angan
Di angan gemintang padu
Ta'aruf
Hitungan bulan ke tiga
Ronceronce melati ditata
Sesederhana kehendakNya
Akad
Makassar,19 November 2014
''Kalau Jodoh tdk ke mana''
Roselea Publ.
Purna Cinta Mendewasa
Oleh: Lia Zaenab Zee
Tidak ingin kupelihara sesal
Kusapih teguh luka rindu
Pentas turun layar penutup
Kala, angkuh cinta menolak kecup sayang serenai kisah
Ditepitubir detikhari surga kita
Berganti gelisah pendar bulan
gundah
Kobar api bernama asmara
Telah membakar rindu yang cinta
Menjalar amuk remukcampak Hangus... abu!
Sejatinya Cinta, telah ...
: Anugerahiku proses tumbuh
Warna warni mendewasa
Terang gelap, beku cair
Airmata senyum kuindahkan
Makassar,19 November 2014
Goresan Jelang 22 Des....
Ibu
Puisi dalam diksi yang tiada pernah kering dituang. Dituliskan dalam cerita adalah ending yang tak pernah sempurna, selalu kurang.
Dilukiskan dalam gambar adalah warna yang selalu tidak cemerlang seperti warnamu. Mengenang kelembutan belainya adalah rasa hangat yang tak pernah bisa diukur.
Ketulusan yang tak ada ujung. Dan Ibu adalah Emak yang tak pernah menutup ulur dekapnya menunggu aku pulang...
Liaze16Nov14MakassaR
,,,,,,,,,,,,,
Ibu itu mata air doa. Ridhanya adalah semai ridha Tuhan. Di rahim dan kasihnya, damai dunia di pelihara dan dirawat. Beliau adalah pemilik cinta teragung setelah cinta Tuhan. Dihadapannya aku adalah bocah abadi pendamba usapan belainya. Kuyakin cintamu padaku adalah kisah yang tak mengenal akhir.
'''''''''''''
Ibu itu bagiku adalah koki terhebat buatku. Aroma dapurnya adalah candu rindu yang telah bersenyawa sesak dalam darahku. Selalu mengusik dan menggerayangi ingatanku. Untuk menemukan jalan pulang. Membaui kembali aroma dapur cintamu Ibu, seperti kilas lakon ingatan tentang omelan sayangmu, kala aku lupa mencuci tangan sebelum makan.
""""""""""""
Ibu itu bagiku adalah kado rupa ketulusan cinta yang tiada satupun yang bisa menandinginya, abadi.
Tangan dan pelukannya terhangat dari semua yang pernah kukenal. Pangkuannya tempat yang paling damai untuk melabuhkan semua baret-baret luka hidup. Dan anehnya, airmatanya adalah kristal terindah untuk apapun yang membuatnya bahagia karenaku.
""""""""""""
Ibu itu muara ilmu hidup, cinta, kasih sayang dan belaian. Seluruh gerak geriknya adalah cinta buatku, tak perduli Ibu memarahiku sekalipun. Mengalirkan airmata sedihnya karena ulah burukku, adalah dera yang teramat sakit buatku. Karena aku paham jika menyakitinya maka surgakupun hilang. Bukankah surga ada di telapak kakinya.?
---------
Ibu itu adalah potongan cinta abadi yang dikirim Tuhan ke bumi. Rahim dan selsel darahnya telah ditakdirkan sebagai tempat semai dan tumbuh ummat manusia. Karenanya, Ibu adalah kehidupan itu sendiri.
""""""""
Lia Sainab Asbar, 30 tahun, Makassar, Karyawan Swasta
Buku: Antologi ''MAMA''
""""""""
1.
Paut Resah Damai Kami
By: Lia Zaenab Zee
Petak lembab jelujur lena
mimpi geliat resah
Bilur hitam kantong mata
signal gelisah meretasretas
kedutan
Hujan semalam larik
mengolam
Kupalungi pagibuta desah
melumat sepi kecamuk pucat
Tanahranah merdeka
Cacah jiwa mengaung
Selimut papa menanah
Kaum marjinal dihentak
tarung dahsyat simalakama
Kapar pasi di jelagajelaga
trotoar
Semaput dilahalahan sejengkal
Melarung nyawa dilautan antah berantah tanpa peta
Jibaku kumpul koinkoin remah
di negerinegeri jauh
Gaung dusta kesejahteraan gilas remuk kesejatian
Damai hanya cantik diwajah-
wajah segelintir golongan
Matahari memucat, kulanjutkan langkah pada air sampah
setinggi betis
Tiada ampun jerang lutut kesemutan gigil
Menghitung paut resah
ramalan cuaca semalam
Damai kami tidaklah mudah,
seperti kerling senyum
di bilboardbilboard iklan
Resah kami melambailambai
Selambai merah putih di tiang bendera Kantor Lurah
Jika damai tak terjangkau
Bolehkah kami menitipnya?
Makassar,21 November 2014
--------------------------------
Puisi NegeriKertas
Mahkota Tercampak (Long)
By: Lia Zaenab Zee
------------------------------
Lelangit menggurui keras
Bumi menyertai himpit
Lisan tercucup sepahit kina
Terlongo lisan, nerve kaku
Selsel jenak hampir semaput
Takdirku berujung ketukan
palu, aromai udara legam
galau pedih terpojok lingu
Pusara diukir sebelum ajal mengecup ruh.
Pujapuji mahkota berai
menenun kain kapan,untai
sesal susul menyusul.
Air kelopakku ruah tak
terhingga, pangeran kecilku
menatap dengan bola mata
bening senyum kaca.
Menghunjamkan mata panah
paling perih tepat di jantung
Tetaplah putih Nak! isakku.
Jalajala tak bebas telah
mendekap kini, tercerabut
akar kehidupan sosial.
Jauh riuh, jauh tawacanda
Derita mengintai detikku
Waktu dalam keangkuhan
Menjadi sahabat dalam
sekam kerangkengku.
Pusaraku angsur tercacah,
semai bersama ikhlas yang
tabah.
Aku kembali mempelajari
cara tersenyum.
Kelim ujung sajadah saksi
setia ..., doadoa melangit,
mengular, Tuhan ada dan
maha bermata.
Aku manusia dan bersalah,
Tuhan ada dan Pengampun
aku tahu itu.
Makassar,02 November 2014
--------------------------------
19 Baris
Note;
tercucup = terkecap
nerve = syaraf
stag = terhenti sementara
kelim = pinggir
------------------------------
-
Jejari Cemas
By: Lia Zaenab Zee
---
Jejari waktu mendudukkan di pintu
batas penanggalan. Remah hari jejak senja tahun. Dalam gigil musim kecambah daundaun dan lambaian embun jelang hari
Di sini, diriuh bentara kota. Semrawut selasar jalan. Benakku terjalar bayang selintas bayang. Apa kabarmu.? Aceh ... jarak bagi kita. Tapi cemas adalah jarak paling jarak
Dua jiwa takluk pada rindu yang sama tapi tak pernah berdaya menegakkan ego yang batu
Jika waktu bukanlah bilangan bagi kita. Setidaknya cemas adalah pembunuh yang paling mematikan.
Kitakah itu.? Entah, cemas yang membunuh kita atau kita yang terbunuh cemas?
Makassar-Aceh bukan jarak yang sebenar-benar jarak, bukan?
Makassar,01Desember2014
#Puisi9M
Hai! Desember
By: Lia Zaenab Zee
Serenai membilang pagi perjalanan.
Pagi temu pada bilangan awalmu. Semalam, Segepok doa lekat diawal hadirmu.
''Indah Desember moga menari anugrah gemulai bersama sejuk harimu''
Senandika resolusi bagi asa penanggalan Januari jeguk:
Selalu ada tawar ntuk tiap dukaduka kita. Selalu ada semangat untuk mengipas barabara indah kita. Selalu banyak cinta mengembunkan riang di masa depan. Selalu banyak rindu yang mengapungkan kita pada belas asih
Selalu ada 'Dia' meng-Aminkan pintapinta kita. Menyapih kita dalam lukaluka. Mencubit kita dalam bodohkhilaf kita.
Senyumlah ...
Hari pasti akan berlari. Desember sengal akan tertinggal. Tapi jika jiwa diletakkan dalam rengkuh Pemiliknya. Senyum pasti akan lebih cemerlang dan sengal kita menguap.
Hai! Desember.
Makassar,30Desember2014
~~~~~~
Desember Dua
By: Lia Zaenab Zee
Benakku penuh, buram mata. Riuh rasa belati mencacah titik demi titik, sudut demi sudut. Hadir bara gemuruh tak pergipergi dari ribuan malammalam lewat. Kanvaskan pagi sejuk udara geliat risau
Teh' Jasmine, pagi. jenggalakan
aroma uap kekupu gelisah belai. Manismu gigil mengaliri bayang paling bayang, jelma tatapan elang kenang terkenang, biru rindu. Kalbu tertikam koyak
Aku girih dalam senyum.
Mewartakan riang pada semesta. Bahagia lancip yang semu. Menggores pesan rindu mendenging kekotak jiwa.
Angan semburat jingga saga sentosa. Tegar anggun mahal genggam api tanpa percik. Buai sandaran punggung hanya kenang abai. Melenggang pesona, cantik, purna
Aku akar tangguh yang rapuh belur serpih. Teralir ratusan pagi, lirih gerayangi ego. Meretakkan inci per inci. Beku diujung kemarau. Gerah pada rintik jarum hujan .... Kulai dititik terdidih
''Di dada rindu api lalu batu''
Makassar,2Desember2014
Galeri Diksi November_Lia Zaenab Zee_Jingga langit
November semusim lalu
Diremah hari perpisahan
Jingga langit tertabir awan
Memintal uap uap air
Lantunkan dinding cristal
mutiara pesan kuyup bumi
Sapa sejuk, guyur tarian
gerah matahari
Jingga langit jeguk gigil
sepi, kini
Selasar jalan kenangan menggerayangi angan
Kala berbagi riang tawa
bersaing riuh talu hujan
Mencari hangat jejari
didegup dada kita yang api
Rindu itu damba yang diam
Rerupa inginkan langit biru
Datang jingga lelangit
Rindu itu kenangan yang
leleh
Leleh didetak jantung,
liuk ukir namamu
Lelehi bibir kelopakkan
senyum belukar ingatan
Lelehi hati hangat jelma
Jingga langit selalu kelabu
Kelabu tak selalu gigil
Tawa, canda, dan senyum
dekik pipimu kuaduk
di cangkir teh', kenangan
Pagi ini, hangat!
Makassar,22 November 2014
GALERI PUISI PEDAS 079, Senin 24 November 2014
Nama asli: Lia Sainab Asbar
Nama pena:Lia Zaenab Zee
Judul: Membatu Patung, Semedi
=~=
Dekade pergi kenang tinggal
Dera sesal cabik menemani
Senyawa di ubun dan kerut
Patungkan batu tak beranjak
Di palung jiwa, semadi
Pun takdir untai ranah beda
Pahat imajinasi sempurna
Belenggu kelim sesak teraba
Jelma patung onggok abadi
Patri kenang sapa dan sapa lagi
Pun pernah kubuang ingatan
Kucacah lalu kularung
Rasa mengemasnya utuh
Kembali dan mamatung batu
Makin kokoh imajinasi utuh
Memahat kenangmu
Sepotong cuil takdir, mungkin
Episode selip lakon yang mematung batu di hati, semedi
Makassar,24November2014
Sepenuh Cinta
By: Lia Zaenab Zee
Kuapung awang batas jenggala.
Ruweh hari mengerak noktah perjalanan. Kadang tersentak cemas lalu kemudian tenggelam sibuk pada kefanaan
Engkau sedekat urat leher. Yang tak pernah purna kuraih dalam nafas. Selalu ada abai yang halang. Pada ego yang pongah. Pada ke-akuan yang sombong. Engkau sedekat urat leher
Paling gegas keluh untuk luka yang seupil. Paling pelupa pada semesta kasih-Mu. Paling kritis pada rasa keadilan dalam takaran nalarku yang lebih sering bodoh.
Engkau!
Dzat sepenuh Cinta
Aku kapar ampun sujud
Mampukanlah aku sambut-Mu
Sepenuh Cinta
Makassar,30Desember2014
````Fa
Ada yang lekat di reranting sehabis hujan. Jejak basah yang susup di urat batang.
Lekat tak sengaja setitik gerayang rindu saat kita sepakat ntuk tak saling membebani rasa.
'' Jika ada kisah tertakdir ntuk kita.
Kemarau musim tak kan hapus sejuk hujan yang datangi musimmu hanya di saat yang tepat ''
Pesanmu di ujung kemarau lalu
Dan hujan tlah datang .... Tak sengaja utuh ucapmu bagai bisikan yang mencabik bimbangku.
Namamu menari-nari di udara
Liazee«
KepadaNya Kita Kembali, DariNya Kita Berasal
Warta pergimu beriring malam melepas aroma, fajar. Doa adalah pengakuan Kemahaan-Mu. ''Terimalah kedatangannya ..."
Dan kenang adalah sentuh yang paling haru sesak saat seseorang telah tunai terlepas fana. Menuju keabadian ...
DoaDoa dan kenang meluruh deras
Tanah yang menimbun adalah ritual syari'i. Sesungguhnya ruhmu tengah melayang menemui Dzat Yang Maha Kekasih ...
''Selamat jalan, Sahabat"
Makassar,8Desember2014
Kupilih Bara dalam Senyap
By: Lia Zaenab Zee
-----
Dibara panggang lipit senyap
Kutegar dalam sepi yang maha
Kubatu dalam diam yang senyum
Ikhtiar yang lantun
Pada ikhlas yang sakral
Ada kalanya diam tidaklah emas
'' Pergilah ''
Diksi yang dididihkan jutaan detik ribuan siang dan malam
Saatnya tlah tiba
Muara kelopakku sudah kering
telah mematang didihnya
Dan jika akad adalah tameng
Selalu ada ulur untuk melepasnya
Jika mencintai adalah bara
Kupilih bara tanpa terkipas
Kupilih senyap dalam sayang
Jika burai perih, selalu ada abu
di setiap bara
Sepi dan bara adalah purna yang terpilih.
Telah tunai senyap lisan dan tarung nurani
" Pergilah ''
Makassar,27November2014
---
Aku hanya hamba ...
By: Lia Zaenab Zee
Sejak mula paham cinta dihadirkan
Tuhan, disematkan dijejari ikrar. Disapih dalam kasih sayang pengasihanNya.
Jika hatiku termantra cinta. Aku lenyap dalam pikir rasio. Cinta belukar begitu saja. Sementara lisan bertarung memunggungi. Cinta datang dariNya hanya boleh atas isinNya.
Tidak sesedarhana yang ternalar. Jika gemeretak doa tersurat namamu. Namun jalan yang laju buntu. Aku terselip diantara gamang yang radang.
Lalu kemudian memilih kapar dalam pasrah. Sementara hati bocor darah yang tak berbendung.
'' ini ujian hati '' kekata Ustadzah di sebuah Majelis Taklim.
Andai memang ujian sepelik ini. Bolehkah tetap kupelihara asa cinta untuknya.? Bukankah hadirkan asa untuknya tanpa ridhaNya adalah noktah yang tercatat?
Tapi aku kapar diam senyap dalam penghambaan dan jalan belum aku dapat?
Entah, ujian?
Ataukah aku yang buta dengan CahayaNya?
Aku hanya hamba ...
Makassar,27November201
solusiJiwa2015
'KUTEGAKKAN PENA'
Alhamdulillah .... Kututup hari ini sepenuh penat, jam pulang telat, akhirnya tiba juga. Jumat malam 8:12 ....
Ngilu di pinggang, hasil duduk manis ngantor dari jam 8 pagi. Doping rasa lega yang nangkring di otak ternyata meleleh ke ngilu di pinggang yang pelan-pelan menghilang. Jadi mantra penyembuh hihi ....
Besok libur..bur..bur.
Ingat Sabtu-Minggu 'sesuatu' banget buat aku. Waktu paling nyaman untuk menuangkan ide-ide dalam ketikan. Dan ini membahagiakan. Bahagia sederhanaku hehe....
Meski selalu ada sedikit rasa sesal tiap mengingat hal ini. Sesal bahwa, aku mungkin amat terlambat memulai dan menyapih 'minat' di dunia kepenulisan. Tetapi lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali bukan.?
Bertahun-tahun lalu hal ini sama sekali luput dari perhatian.
Menganggapnya hanya usikkan selintas lalu bila sekali-kali tangan ini begitu gatal ingin menulis. Atau menulis tapi menelantarkannya begitu saja. Ataukah mencari pembenaran, bahwa, aku punya kesibukan lain yang lebih penting.
''BismillahiRahmaniRahim.'' Resolusi 2015 sekaranglah saatnya.
''Memuliakan kata-kata,
merangkainya dalam kalimat,
dengan bara sepenuh cinta. Semoga melahirkan karya tulis yang
bermanfaat untuk dibaca.''
Gumam benakku. Bertekad kokoh. Aamiin.
Minat adalah berkah bukan.? Alangkah sia-sianya suatu berkah bila kita mengabaikan begitu saja sepanjang khayat. Tidak ada kata terlambat.
KUTEGAKKAN PENA
By: Lia Zaenab Zee
Maaf, aku pernah hanya sekedar mengerlingmu tanpa gairah
Menganggapmu rasa yang kurang garam, hambar
Selayang pandang, selesai
Kini, waktunya aku memunguti gelisah yang kucampak sendiri
Gelisah yang kerap mencubit egoku
Ke sinilah!
Kudekap, kutegakkan pena
Makassar,28November2014
~~~~~~~~~~~~~~~~~
Beautiful Umbrella
(Jelita Purna Dara)
By: Lia Zaenab Zee
~~~
Entahlah, ada kilas jenak haru menyengat dada, dikabut air sesorean ini. Dara jelita payung ungu menjembatani kasih dengan sesama. Bapak Tua tanpa kaki berpayung berdua. Getar cekak haruu...
Sejumput asih yang cinta menjalar di serakan basah bumiMu Ya Rabb!
Dara Jelita. Mengabut air kornea. Tulus yang senyap kau lukis terang di hadapan. Kau menyapa Tuhan dalam laku tak berlisan. Lihatlah! peri peri kebaikan menari basah. Tersenyum, bersamamu dalam hujan.
Bapak Tua berkaki roda. Bisa jadi hadirmu dalam hujan adalah pekat pesanMu. Masihkan ada cinta yang mekar, saat gigil?
Umbrella girl....
Laku payungmu adalah keindahan Tuhan yang terbagi diselasar cristal air bening hening indah.
''Jelita purna dara.''
Makassar,28November2014
Sepotong Rindu yang Asing
( Perih Tak Berjudul)
By: Lia Zaenab Zee
Rasa asing menyelinapsalib dada. Meretasretas sibak reruah. Naluri nalar, meng'amin pergi. Ada kutup yang mohon kembali. Basah reranting hati sejuk tak terdefenisi.
Meleleh untai benang rapuh memerah. Menggerayangi angan. Kutepis, lipat, kukemas ku kado pada selayang potong kisah.
Akh! kuraba ada perih tak berjudul.
Sepotong Rindu yang asing?
Makassar, 29 Nov 2014
Makassar,
Pagi yang pagi
November kelim tahun
Kala mentari merelakan hangatnya pada basah direkah semaisemai bibit ...
Kala sepotong doa sayap malam Kulantun pada langkah hari ini
Kala nafas kusandingkan pada cita buih laku
Kala senyum adalah penyejuk segala gundah
Senyumlah!
Biarkan hangat pertikelnya gema dan kembali saji dihadapanmu
Mendekap potongan hati
''MengHangat.''
Liazee30Nov14
Kubiarkan Leluka Yang Maha
By: Lia Zaenab Zee
Jarak yang selip di dada tak mampu hapus kerak rindu meleleh karat.
Fi! Mungkin pintu rindu hati ini tak terbingkai sempurna. Terlalu tumbal bahwa celahnya mengirim koyaknya melayang luruh di pangkuan bayanganmu, terserak.
Fi! Begitu lebam bekukan lintasan kenang. Yang kita paham, jarumjarumnya siap memuntahkan pedih yang perih.
Tapi bukankah seindahindahnya tuju. : SurgaNya?
Maka kupasrah jarum jarum bilah runcing menorehkan leluka yang maha. Jika itu bisa buat-Nya tersenyum
Makassar,30November2014
Sakura Tertusuk Gundah
By: Lia Zaenab Zee
Udara mewarta angin. Kuhirup di tengah gundah geliat malam. Berdiri di tubir gemetar gamang.
Gemeretak pada bayang senerai senyummu
Fi!. Bersamamu musim sakura jauh. Menatapmu serasa menghambur detik dalam magis permadani terbang. Kisah Aladdin dan Putri Jasmine.
Dongeng yang kisahnya bisa dilakon seajaib dan seromantis mungkin.
Ini bukan dongeng. Ini tentang gelisah jelma bara di dada. Tentang rekah memerah pipi. Tentang rasa hangat yang tak pernah kita duga hadirnya. Tentang gigil rasa yang susup ke tiap inci kulit. Tentang kekupu yang mengayun-ayun angan.
Sakura tertusuk gundah. Belukar terkipas bara. Menghanguskan kita di tempat yang paling api
''Cinta tak pernah salah''
ucapmu nelangsa habis napas. Ketika isakku membajui nyata ketakberdayaan. Pelan-pelan susup menyesaki sel-sel, beku darah.
Fi! Jika cinta ini sebenarbenar tunai. Biarkanlah kita berai lalu kemas. Pulang ke pintu rumah rindu kita yang menanti. Melanjutkan nafas di peraduan cinta yang semestinya.
Jika ini nafas tapi mati. Anggap ini episode paling klimaks di bab paling dramatis pada lakon kita. Diksi rima akan selalu punya bait akhir.
Meski sisakan jelaga kerak sakit. Atas nama rindu yang tak pernah mampu tertuai.
Makassar,29November2014
Rev
Judul: Realita Cinta 99
By: Lia Zaenab Zee
Meleleh nerve rindu rasa raga
Sepuja segemilang pendar kerlip
Kilau lelangkah gemintang ruah
Membatu janji terekat kukuh
Rimbun, pekat bayang
Realita cinta, terpantri semat
Mewabah terjang, nekat
Doa doa terlantun gamang
Tasbih Rosario berjibaku tarik menarik damba ridha
Mengeratkan ikrar, paksa redam
bara meng-api, luapkan : beda
Memintal remah benangbenang merah ijabah
Realita cinta...
Dinding julang daki
Serenai untai reronce pelik janji
Memunggungi ayatayat suci ... Palingi salibmu
Membekukan ronta kalbu
Didihkan angan, abukan rintang
Esakan cinta
Abaikan cara menghamba
Akad bermaterai. Inkrah
Hangat rindurasa jelma gulungan api amuk
Memanggang resah gulana
Abukan putik putik harap
Khianat ikrar terpeluk realita ...
Leluka menganga tertikam tiada ampun
Membiru lebam perih darah
Elegi kisah tangis rentet
Campakan ruah rasa, ruah asa,
ruah pekik doa
Cinta larik kokoh berpayung gigil
Robohkan palung sapih rindu
Realita ...
Putus harap, patah janji, remuk redam
Simpuh berkolam airmata
Bagi penghianat ingat pulang
Aku sungguh tak punya muka
Menyeruput kepingan kepingan puzel khilaf menjelaga
Dosa
Malu tak usaiusai ...
Bilangan seluruh indera tergerayang sesak sesal
Kalut, gugu sengal lelah
Terkapar di hadap-Mu
Aku tak ada sisa
Pekat, tersalut dosa jelaga
; puing
Realita cinta 99
Kesombongan, pongah,
angkuh ego ...
Sel sel tubuh purna sujud menghamba
Tak'kan mampu wakili kata ampun
: Sesak sesal dera mendera
Realita cintaku
Potongan serpih lalai fatal Kekerdilan. Ketidaksempurnaan
Bopeng cacat penuh nanah
Sempurna, hanya milik-Mu
'Al Asma Al Husna'
Aku tak ada nilai bagi
Ampunan-Mu
Keagung-Mu
Tak akan pernah mampu
Aku ukur, diukur, terukur
Menghamba kening lekat
Sujud ampun rintih
-- Kapar pasrah.
Makassar,30 November 2014
-----------------------------
Fes puisi cinta
Sepenuh Cinta
By: Lia Zaenab Zee
Kuapung awang batas jenggala.
Ruweh hari mengerak noktah detak waktu. Kadang tersentak cemas, lalu kemudian tenggelam sibuk pada kefanaan
Engkau sedekat urat leher. Yang tak pernah purna kuraih dalam nafas. Selalu ada abai yang halang. Pada ego yang pongah. Pada ke-akuan yang sombong
Paling gegas keluh untuk luka yang seupil. Paling pelupa pada semesta kasih-Mu. Paling kritis pada rasa keadilan dalam takaran nalarku yang lebih sering bodoh. Engkau sedekat urat leher
Engkau!
Dzat sepenuh Cinta
Aku kapar ampun sujud
Mampukanlah aku sambut-Mu
Sepenuh Cinta
Makassar,30Desember2014
Lelaki Berambut Perak ...
(Pada Tatap Cinta)
By: Lia Zaenab Zee
Tatap cintamu lekat di sini (dada)
Usapmu belai termanis di memori
Kala aku mencium tanganmu, restu pergiku. Bola kacamu selalu membasah senyap. Signal tegar yang kau wartakan buatku, untuk meredam kecemasan jarak yang akan terjadi. Selalu begitu
Bapak, Lebaran Adha kemarin terakhir. Kutercekak dalam haru. Rambutmu semakin perak. Kerutmu makin lekuk lelehi seluruh ragamu. Namun suaramu makin jadi buluh perindu. terngiang ngiang jadi bekal rantau kini
Bapak, CintaRindu ini tak pernah selesai. Sama yang hatiku baca tiap kali kau menatapku.
Bapak, Basah Kelopakku
Makassar, 4Desember2014
GALERI PUISI PEDAS 080 - Senin, 1 Desember 2014
Nama asli: Lia Sainab Asbar
Nama pena: Lia Zaenab Zee
Judul: Peramu Suluh Kecil
Negeri tercinta berkarat sekarat karam dengan benci yang racun. Mahir mencari-cari borok luka sesama. Candu mengawang mentereng pada emas, kursi, kuasa. Mencabik amuk pada semua yang rintang
Budi nalar dipanggang rasa benci telanjang, ramuan saling fitnah dicap halal kepentingan golongan.
Mabuk ambisi sempoyangan toreh legam sejarah
Anakanak zaman. Dilapalhapalkan keserakahan. Timbangan martabat diketuk palu dengan pundi pundi uang. Kepintaran dilacurkan makar di majelis majelis ilmu
Negeri terisak dalam raungan pinta:
Jadilah sebaikbaik peran. Jadilah manusia positif. Penyimpan asa dan mimpimimpi yang dijaga sepenuh jujur dalam kantongkantong dan kamarkamar kebenaran.
Jadilah suluh yang kecil. Kala bongkahan percikan terang jelma bola api menghanguskan senyum Tuhan Ranah Pertiwi
Indonesia gemah ripa loh jenawe
Biarkanlah Tuhan tersenyum tulus.
Jadilah peramunya sebelum 'Dia' sebenarbenar menjadi bosan
Makassar,1Desember2014
Desember 3: Talu Hujan Pagi
By: Lia Zaenab Zee
Tikaman hujan bertaruh ribut di sini. Memelodikan dendang bertalutalu. Dentum air hinggap membingkai jendela kekaca. Terasa dingin di poripori. Lalu pesona hangat di dada bayang senyummu menyelinap bersamanya
Selalu begitu. Mengingatmu bersama hujan rerupa ingatan gigil yang romantis. Kala gigil menggigit kulit ke tulang. Lalu, Tibatiba saja dada menghangat tanpa permisi
Aha... Ini hanya kilas balik. Saat waktu berbaik hati mempertemukan kita dalam pelukan hujan bukan.?
Ataukah hujan adalah bagian episode romantis yang diciptakan untuk kita.? Atau bisa jadi, hanya episode penutup 'sad ending'
saat hangat jadi bara lalu berbalik jadi beku.
Inikah episode kita Fi.?
Karena mengingatmu, dadaku selalu berkhianat pada beku
Makassar,03Desember2014
Makassar....
Senja yang kabut
Almanak 2 Desember menggelap
Pada degup dimembran ingatan. Segores bayang sekotak kenang. Lindas cercah warna yang tak pernah bisa senyawa....
Lelah yang tak bisa mengusir angan tentang getaran dada bila namamu hadir
Aku lelah pada temu yang tak pernah tuntas terlisan. Ribuan kekata yang tak pernah padu.
Padahal kita tahu di dada 'memerah hangat' adanya.
*~*~liazee•••
SebaikBaik Peran
By : Lia Zaenab Zee
Anakanak zaman. Dilapalhapalkan keserakahan. Timbangan martabat diketuk palu dengan pundi pundi uang. Kepintaran dilacurkan di majelismajelis ilmu.
Budi nalar dipanggang rasa benci telanjang, ramuan saling fitnah dicap halal kepentingan golongan.
Mabuk ambisi sempoyangan toreh legam sejarah
Wakil rakyat terlambat menjadi anak taman kanak-kanak. Kalap pada pelesir luar negeri. Membagi hak rakyat dengan kacamata kuda.
Penguasa sibuk menghitung tabungan. Tertawa memprediksi kemewahan hidup tujuh turunan.
Mencemoh hukum yang banci
Negeri berkarat sekarat dengan benci yang racun. Mahir mencari-cari borok luka sesama. Candu mengawang mentereng pada emas, kursi, kuasa. Mencabik amuk pada semua yang rintang
Negeri terisak dalam raungan:
Jadilah sebaikbaik peran. Jadilah manusia positif. Penyimpan asa dan mimpimimpi yang dijaga sepenuh jujur dalam kantong kantong kebeneran
Jadilah suluh yang kecil. Kala bongkahan percikan terang jelma bola api menghanguskan senyum Tuhan ranah pertiwi
Indonesia gemah ripah loh jinawi
Biarkanlah Tuhan tersenyum tulus.
Jadilah peramunya sebelum 'Dia' benarbenar menjadi bosan
Makassar,8Desember2014
Judul: Desember Pemapah harap dan Cinta
Oleh: Lia Zaenab Zee
Lumat hari, tiba pada bulanmu.
Ujung pelabuhan almanak sebelum lambai akhir tahun. Kenangmu selalu reronce sejuk pada basah semesta. Rekahan bungabunga. Tarian daun pada reranting
Serenade harapjanji yang ruah.
Harap pada penutup yang anggun.
Dan resolusi janji pada senyum yang lebih menawan setelahmu
Desember yang cantik di bulan mematang. Bulan yang memapah ingatan akan tasbih cinta Tuhan yang disemat di hati perempuan berahim kehidupan ''Ibu.''
Bulan yang penuh angan damba sekaligus cemas. Damba bahwa kita
masih menemukannya dalam karunia sehat dan bahagia . Cemas bahwa nomor antrian kita semakin dekat untuk masuk di rumah abadi
Desember sejuk yang limpah. Biarkanlah sejukmu lelehi mayapada semai damai. Biarkanlah
gigilmu mendekatkan kami pada pencarian hangat di malammalam panjang di tepitepi sajadah yang bentang
Desember pemapah harap yang cinta. Pengisi rapal doa. Buncah harap, janji dan syukur
Makassar,03Desember2014
--------------------------------
UjiPuisiKBM
Desember 5: Menghitung masa
By: Lia Zaenab Zee
Kita pernah mengawang di bulan.
Pernah terperesok di cekuk paling kubang. Memekik harap pecahkan batu membatu. Mencelupkan angan warna warni dan menggantungnya bersama gemintang
Dari semua, hitunglah 'masa'. Eksak yang paling tidak eksakta. Hanya sekali dan kita terlambai pergi.
Hitunglahlah 'masa'. Bukanakah dia tak pernah mampu memberi dispensasi.? Dia adalah kekejaman yang purna.
Hitung 'kan 'masa' sebelum kau menangis pada vonisnya yang beku.
Makassar,05desember2014
Harusnya Dinding Hujan Milik Kita
By: Lia Zaenab Zee
Hujan mendinding di tempias jendela. Bumbungkan dingin goda pancari hangat. Kopi. Kuhirup dan jembatan picu memori. Kamu
Hangat yang api. Seperti itulah. Mungkin hangat terlampau kipas ubah api jadi membara. Kita gerah dan memilih jalan berpucuk dua
Jika aku boleh memilih. Hatiku kan kupersembahkan pada hujan. Yang bisa menyiramku telak bila membola api
Ataukah kamu yang menemukan samudera yang bisa melayarkan
amukmu pada cita gapai gemintang
tanpa perlu picu apiku bara
Tapi pada akhirnya. Kita tak boleh memilih bukan. Hati adalah pemilik dirinya sendiri. Air atau api sekalipun
Dan kita berpeluk didalamnya. Gosong. Tetap terkungkung di dalamnya. Sambil merapal doa, mimpi asa. Bahwa suatu saat apimu dan apiku bisa padu tidak menghanguskan. Lalu memetik hujan untuk peraduan kita.
Makassar,5November2014
Perempuan Rahim dan Lelaki Matahariku
By: Lia Zaenab Zee
Perempuan Rahim
Mengingatmu beruahruah rindu. Purna samudera bening. Kenang kristal retina derai basah yang paling cinta. Tapak belai jejarimu memerah mekar tak mengenal musim di rumah kalbu
Pelukanmu, bara api hangat abadi diharibaan rasa. Mama ... mengucapmu jampi yang paling mantra. Karena serabut rahimmu asal dari asalku
Lelaki Matahari
Lelaki yang pernah meletakkan matahari di tanganku. Menepuk pundak memaksa terbang. Lelaki yang diamdiam menangis untukku dalam doanya
Lelaki pertama yang darinya kudapatkan bahu ntuk bersandar. Lelaki pertama yang mengenalkanku usap sayang. Lelaki pertama yang sanggup melakukan apa saja demi senyumku. Lelaki pertama yang mau menerima apapun kekuranganku
Papa .... Darahmu mengalir di darahku
Makassar,8Desember2014
Kisah Degup Tersetia
By: Lia Zaenab Zee
Negeri gemah ripah loh jinawi
Kisah degup tersetia
Di dada rekat pekat menjejala
Semat mengalir nadi bungah
Semayam atasmu kebanggaan
Penuh rekah cinta getar rindu
Kuimpi peluk cita akan sebuah ranah
Tempat pulang damai terbelai
Tanah asal darah semai sapih
Bersama jutaan detak nafas rakyat
Indonesia tumpah darahku
Bentang beraneka tetap satu
Engkau, resap bangga termegah
Dicipta Tuhan kala tersenyum
Bermentari ramah, berbumi hangat
Tabiat toleransi gotong royong
Kebersamaan padu laku kesatuan
Tanah rahim subur
Laut ragam kekayaan
Bentara bumantara biru awan Takjub indah gemintang
Suhu tropis eksotis permai
Membanggakanmu,rerupa damba, tak pernah punya bait akhir dipujian kami
Membangunmu rupa untaian, tak kan pernah selesai dironce
Menjaga keutuhanmu patriotik laku berbangsa, mesti!
Memajukanmu dipenguasaan iptek mengglobal, mumpuni, harus!
Sentosamu bahagia paling palung
Luka leguh kesakitanmu bagian rasa terperih girih kami
Bopeng, carutbaret dan nanahmu
Kumpulan elegi ego, serakah, dabik dada
Dusta khianat jelaga anakanak bangsa
Maafkan
Negeriku rahim segala rahim hidup
Masih ada lelupa lalai berbakti
Masih saja ada anak anak durhaka dera cederai ragamu
Maafkan
Akan kusapih bungah kutularkan
generasi putik dogma uzur magis Minda kesemestian:
“'Bersatu teguh, cerai kita berai!“
akassar, 6 Desember 2014
Fam
Perempuan Rahim dan Lelaki Matahariku
By: Lia Zaenab Zee
Perempuan Rahim
Mengingatmu beruahruah rindu. Purna samudera bening. Kenang kristal retina derai basah yang paling cinta. Tapak belai jejarimu memerah mekar tak mengenal musim di rumah kalbu
Pelukanmu, bara api hangat abadi diharibaan rasa. Mama ... mengucapmu jampi yang paling mantra. Karena serabut rahimmu asal dari asalku
Lelaki Matahari
Lelaki yang pernah meletakkan matahari di tanganku. Menepuk pundak memaksa terbang. Lelaki yang diamdiam menangis untukku dalam doanya
Lelaki pertama yang darinya kudapatkan bahu ntuk bersandar. Lelaki pertama yang mengenalkanku usap sayang. Lelaki pertama yang sanggup melakukan apa saja demi senyumku. Lelaki pertama yang mau menerima apapun kekuranganku
Papa .... Darahmu mengalir di darahku
Makassar,8Desember2014
Oksana.
Langganan:
Postingan (Atom)