Kamis, 25 Desember 2014
Judul: Lekat Benak Musim
Oleh: Lia Zaenab Zee
Tingkap musim tetiba
di batas kemarau
Mengirimkan jala uap
jelma air
Mencadai matahari,
tersalut tirai awan
Memercik sejuk, membasah
dalam luruh tetirah langit
Kau dinamai hujan
Menjeguk, tersipu gerah
berjinjit pergi
Melukis waktu pada gigil
Mempenakan barisan kenang
Bahagia dan duka
Bahagia membenak
Romantis berangan
kehangatan perapian
Berai, nyeri teraba dada
kala amarah airmu tumpah
meleleh nelangsa bencana
Bulirmu gemerlap lugu
terpapar balon lampu, rupai
mata peri dalam sumringah
pecinta
Menyeduh senyum madu
tentang indah setelah luka
Juga tentang kolammu
yang membungkam keriangan
harum rempah dapur
Mengepak derita ditempat
tempat pengungsian
Hujan sejuta kisah
Airmata ilham di mata puisi
Airmata kelopak di mata
musim yang memurka
Dan gendang talumu masih
hadir di atapatap
Munajat meningkah di pinta
yang tak mengenal musim:
''Dekaplah hamba lekat
dalam cinta''
Makassar,25Desember2014
Teratai, Puisi dan
Lelaki Penyair
By: Lia Zaenab Zee
Tatapan teratai
Berayun puisi pada rintik
hujan di daunmu.
Memahat bayang gelora
lelaki penyair dalam
jarak lautan
Puisi yang mengirimkan
mekar detik pada dada
yang terbaca samar
dipendulum yang makin zigzag
Kusematkan di celah gerombol
teratai, menyamarkannya
direkahan undakundak
kelopak
Kualamatkan gelisah deras
pada rerangkai liuk diksi syair
Teratai, puisi, lelaki berlidah
syair. Mengetukngetuk detak
kalbu meletakkan sunyi
di ruang angan
Menetaskan ilham di tubuh
puisi. Mengeram mimpi
menetaslah bayang-bayang
Makassar,25Desember2014
Aroma Hujan
By: Lia Zaenab Zee
Berdiri di bahu Desember
Menapis angka yang tanggal tergeletak muram
Dua Desember tlah pergi
Merayap sengat janji
yang ber-akhir, masih
''Nantikan aku sebelum
akhir tahun''
Dan lebur janji berai tak
mampu terjulang, tak kan
pernah
Remahkan senyap isak
Hanya mampu mengaduk
kenang
Menghangatkannya pada
kepulan asap di secangkir coklat
Mematut namamu, lukis
Atau, ada saat kubiarkan
air kaca kornea menari
bersama rintik hujan
Membohongi kristal airmata menyamarkannya luruh
bersama kristal hujan
Pernah kusalahkan temu,
Datang membungkus
rindu yang rimbun
'Tika saatnya terenggut
Sisakan akar rindu,
membelukar liar pekat
Banyak saatnya detik arif,
membalut ceceran luka inci
demi inci, menyeka ingatan
Tapi ada saatnya senyummu
nakal, susup mengendap
endap di celahnya
Merintik kenang, cabikan
keluh nyeri memeluk
Ada saatnya imajinasiku
me-liar, blunder dimesin
waktu
Tahutahu terbangun;
''Desember dan Aroma
hujan terlewat''
Makassar,24Desember2014
To Bang Tommy Ananta
Judul: Rapal Doa dalam
Detik Hujan
Oleh: Lia Zaenab Zee
Hujan,
datangmu terbawa bersama
peri penghambur dingin
menggoda raga dan tulang
Riuh kicau angin pada musim
Wartakan riang di rekah tanah
Merayu debu kembali pulang
Kecambah bibit sumringah
Alam berbasuh, berhias dansa
beriring gemulai awan
Gemuruh gendang guruh
Tertingkah lekuk kilat cahaya
Menawarkan pelaminan pelangi
selendang warnawarni, siluet lengkung keindahan
Belum genap pelukan gigil
pada reranting daundaun
'Tika di belahan tempat yang
surgawi
''Memekik retas luka
dijasadjasad beku membasah
dalam amuk alam.''
Banjarnegara, Sangihe, ...
Dinding paku air deras
Menawarkan palu godam
goncang
Merontokkan tanah
Membuncahkan pedih kepergian
Meratap rohroh terlepas
Kolam kornea,
Tempat menetap titipan
telaga airmata, curah ...
menyaingi deras luruhmu
Istigfar pekik lelangit
Mencari belas kasih
Panglima segala Panglima
Menyibak awan Arsy
Kasihanilah
Ampunilah
Cukupkan bentak tegurMu
Kami teramat : lemah
Genggamlah
Bunuh ke-akuan
''Bahwa kami kuat''
Kapar
Sejuk airmu rakhmatMu
Engkau menguji kami
dalam bara leluka nestapa
Dan kristal basah bening
masih bentang luruh
Bersama senandung hujan
syahdu
Musim masih penuh berkah
Tembang doa alam semesta
Tubir tahun ...
Pintalan harap
Tenunan resolusi
Bercermin rima ritme
isyaratNya
Pada khilaf yang kelam
Merobek jelaga fitrah
Penciptaan-Nya
Alam memurka muntah
Muak pada dada busung
kita yang naif
Lihatlah
Hanya dengan untai
hujan bening yang hening
Angkuh kita, lunglai rintih
Begitu rapuhnya?
Pesan Keagungan
terang di hadapan
Jungkal jumawa
Beri kita kantongkantong
air yang isak paling rintih
pada kening sujud
Tobatan Nasuha
Dalam kedatangan hujan,
waktu mustajab melantun
doadoa
Menekur pada Sunnatullah
Tiap tetes hujan berkah tasbih bersamanya
''Bukankah Hujan adalah Rakhmat?"
Makassar,24Desember14
Pasrah Terhantam Tanah
By: Lia Zaenab Zee
Menyelinapkan rekah
gemintang pada labuan jiwa
Ke-akuan pemaknaan tuju
Bahwa, tabik dada dalam
kadar yang terukur,
melarungkan asa pada
permukaan tanpa menenggelamkannya
Ke-akuan yang matahari
pada lengan-lengan waktu
Bahwa masa adalah
pertarungan amuk yang
paling tikam
Membekap dalam sekarat nafas
Tak memberi jeda sampai
lambaian akhir pada udaranya
Apa yang mesti diagungkan?
Pada akhirnya, kita gugur
Serupa selembar daun yang
pasrah terhantam tanah,
sekibar apapun dulunya
Makassar,23Desember2014
Edelweis Merah Jambu
(Dalam Kenang)
By: Lia Z Zee
Mungkin cinta yang menyinggah hati, hanya uji ntuk dirinya sendiri Seberapa karat yang ditinggalkan
Seberapa kata yang tertuang menuliskan sejarahnya
Seberapa jauh imajinasi kita mengaitkannya dengan edelweis merah jambu terpetik,
yang abadi adanya
Ataukah seberapa kita memaknainya sebagai bagian tumpukan anugrah kenang, mengenangnya dengan senyum ataukah dengan temaran muram debar
Dicopot dalam barisan daftar kenangan yang lain
Dan semua hanya bernama
--Kenangan
Monday ...
Makassar,22Desember2014
Percikan Surga
By: Lia Zaenab Zee
Serabut urat menyambung
darah, di kelahiran aku
Selaput urat kasih sayang
terkokoh dari percikan Surga
Pahatan jemari kelembutan mengalirkan sejuk asih
ternyaman yang diberkahkan
pada bumi
Dilengkungkan disenyum
tertulus yang anak manusia
pernah kenal
Bahumu bentangan langit
ayunan berpelangi ronarona
indah, tempat mengasoh
sepanjang hayat
Bola matamu samudera doa
Jelmakan kolam airmata bidadari, meracik pinta pintu kebaikan
pada semai bibit rahim
Hatimu, tempat hulu dan
muara segala cinta
Sambungan partikel ridha
terulur di sapuan telapak kakimu
Ibu
Pengasih Penyanyang Tuhan
Semat di dada air susumu Kumpulan ruh nafas sedekat
usap aliran Surga yang
tertuang dalam KitabNya
Ibumu... Ibumu... Ibumu
''ANDAI, diizinkan manusia
saling menyembah, maka sembahlah IBU.''
Ibumu... Ibumu... Ibumu
Makassar,21Desember2014
Lelaki Pengepit Bayang
By: Lia Zaenab Zee
kepak camar menyisakan
serabut bulu pada akar angan. tibatiba menyibak menggelitik.
hari bernas pada ketukan pintu mimpi suatu malam
lelaki, apa yang membawamu singgah membawa pesan camar
di pilar goyah yang tak kau pahami?
kemudian, kubumbung
pintuku mengasap seribu
doa pada ucapmu suatu pagi
''Tunggu aku, di kotamu''
nada tak tertawar membungkus
benakku tertimbun debu
musim kemarin lalu
awan telah mengisap debu kemarau. tapi perjalanan
ke kotaku makin tak bisa
kuberi nama.
Makassar,21Desember2014
#puisi_cinta_sang_pelaut
Judul: Lelaki Penabuh Angin
Oleh: Lia Zaenab Zee
pernah kusisakan ladang
tandus tak benih
pada lelaki penabuh angin
bernafas layar berimba laut
tak semai tak terkecup
musim
sisa asin laut menghunjam
tanah
sisakan hara sepeninggal
labuhan angin
humuskan tanahku,
penyubur siluet ombak
elang tatapmu
mengenalkan mimpi asing
yang terbangun senyap
berkelana merimbun bayang
pada lengan lelaki samudera
teraroma buih lautan
mengirim sinyal rasamu
mengerek arah angin tepat
tertuju ke kutup jantung
memaksa sekarat dirindu
tiada peri
Makassar,20Desember2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar