Minggu, 07 Desember 2014

Harusnya Dinding Hujan Milik Kita By: Lia Zaenab Zee Hujan mendinding di tempias jendela. Bumbungkan dingin goda pancari hangat. Kopi. Kuhirup dan jembatan picu memori. Kamu Hangat yang api. Seperti itulah. Mungkin hangat terlampau kipas ubah api jadi membara. Kita gerah dan memilih jalan berpucuk dua Jika aku boleh memilih. Hatiku kan kupersembahkan pada hujan. Yang bisa menyiramku telak bila membola api Ataukah kamu yang menemukan samudera yang bisa melayarkan amukmu pada cita gapai gemintang tanpa perlu picu apiku bara Tapi pada akhirnya. Kita tak boleh memilih bukan. Hati adalah pemilik dirinya sendiri. Air atau api sekalipun Dan kita berpeluk didalamnya. Gosong. Tetap terkungkung di dalamnya. Sambil merapal doa, mimpi asa. Bahwa suatu saat apimu dan apiku bisa padu tidak menghanguskan. Lalu memetik hujan untuk peraduan kita. Makassar,5November2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar