Senin, 12 Januari 2015

#Project_puisi _3 DINs Lelaki Pengapit Asa By: Lia Zaenab Zee kepak camar menyisakan serabut bulu pada akar angan. tetiba meruak cerita menggelitik hari bernas pada ketukan pintu mimpi mimpi malam lelaki, apa yang menuntunmu mampir membawa pesan camar ber-andai, di pilar goyah yang tak kau pahami? kemudian, menegakkan hari menyapih lahan batu jantung, membujuk kecup serenai hati. kubumbung pintuku mengasap seribu doa-asa pada ucapmu suatu pagi: ''Tunggu aku, di kotamu'' nada tak tertawar menghalau benak tertimbun debu musim kemarin lalu. menggenapkan senyum pada musim jelujur bentang ruah deras basah awan telah tuntas mengisap debu kemarau bersalin gigil yang makin kuyup kini. tapi perjalanan ke kotaku sayup-senyap makin tak bernama Makassar,11Januari2015 =================== #Project _Puisi_2 Juara DINS Renyah Kenangan Karya: Lia Zaenab Zee =================== Mula cinta menanar di dalam bola mata lugu culun pada pendulung silam lalu. Berselaput puisi sederhana penyampai debar resah yang gentayang dada Menyimpan buncah jengah meredam lonjak degup menjalar sudah ke jantung, ..., amboi inikah cinta? Sekotak buhul, semenda asa rindu merenda cinta sepasang sejoli: putih abuabu Binar kepak lugu menjalar buncah cemerlang, selalu saling menanti berteman debar, di gerbang sekolah ''Andai kau daun, aku adalah tangkainya.'' Ucap bibir alay menghantar tidur malam dan mimpi Cinta monyet merebak genggam. Mengindah belia, penambah rasa manis cecap di teh': pagipagi Cinta yang melembutkan gemuruh guruh di musim basah, mengusap adem, peluh keluh di musim gerah Cinta yang lakon tanpa perlu arahan sang sutradara Tentang punggung puisi yang penuh beban saat ini Benak menujumu, lelaki muda bersyair ringan Pemantik api rindu gelora, sepanjang usia cinta pertama : KAU--AKU Kelak, di perak rambut senja, bab puisi yang berat kan kucampak, mencari kisah cecap rasa gurih, pada cerita rasa renyah genggam merah jambu hati : AKU--KAMU Cinta polos, mengindah laksana titik embun perawan di daun daun cemara pada batang syair yang sedang merangkul kenangan : KITA Makassar, 08 Januari 2015 ===== Absurditas Gemuruh Langit Kepergian Masa By: Lia Zaenab Zee Pang ..., pong..., bumm ... Gemuruh dentang kisah malam. Manusia menangisi kepergian waktu dalam isak mercon api di udara. Mempertarungkan awan pada cahaya api, syahwat manusia atas nama keriangan Absurd ambigue kematian masa disyukuri dan dipuja. Kebingungan yang terprasasti abadi. Merelakan duit terbakar bersama percikan kekaguman siasia pesta kegelapan teori rekayasa nalar bernama kemoderenan Bung ..., bung ..., bumm ... Matilah satuan waktu. Rayakan ketuaan bumi dalam soraksorai Bekukan empati tentang duka di kepala, di lengan, di bahu, bahkan sampai di ujung rambut, laruh dalam bola percik-percik api melangit pekik Tuhan maskul, pangeran kegelapan merekahkan senyum sumringah merampas utuh otak pikir manusia Doa terapal senyap di pinggir langit nyala api mercon dengan hanya segilintir manusia yang menangisi kematian bilangan musim Makassar, 01Januari2015 =================== Mawar Merah dan Belati By: Lia Zaenab Zee Lelaki kesedihan, mengalir darah di jemari mawar yang berduri. Mawar yang bisu cinta yang gugur Di Bahu senja, tubuhnya merebah. Mawar merah dan belati di sisi. Lelah rindu menampung ceceran nyeri pada dada yang hampa Masih disisakan doa.... Jika mawar indah pada kumbang yang lain. Melepasnya dalam tegar yang merah, semerah kelopak yang melukiskan sakit paling sakit Diakhir semua rindu, malam menutup pada mawar berkelopak belati. Persembahan bagi sayat jantung memerah perih Kelak, hati memaklumkan jantung membaca indah mawar runcing duri yang merobek Makassar, 08Janusari2015 =================== #Project_Puisi_2 Juara DINs Merentang Pelukan Oleh: Lia Zaenab Zee Ruangku berudara gelisah, almanak menggugurkan ingatan yang tak tanggal Aku busungkan dada melawan waktu, memohon sepenuh mampu, jika ingatan akanmu memerahkan cemas sepanjang malammalamku. Aku tegak merentangkan peluk penerimaan Meski hariku sesak memekik laut harap yang tak jua bertemu muara. Dan dekapku ceceran hangat mengecup beku Akan kubiarkan rasa ini betah mengendapendap di dada, meski kutahu akan terjungkal pada tepisan pelukan Akan kueja namamu, sampai mengarat lekat di palung hati. Meski mungkin meracuni jantung Kelak, karat rasa ini akan kuprasastikan pada obituari rasa. Mati pengharapan. Rindu yang serak di belahan waktu terhimpit memecahnya dalam cerita gundah tentang rasa yang tak dicecap Tiba pagiku, tetap mentasbihkan rindu beraroma punggung lelaki penyair. Bertarung aksara melawannya, membuang sepi di batang puisi Sepi kutaburkan di peraduan panjang memeluk hening. Menjadikan aksara nyeri, penghias telaga air kelopak. Kurentang peluk penerimaan Menghimpun ribuan mimpi damba akan perlahan jelma jadi anakanak puisi. Kokoh dalam tabah ''Dia pernah hadir, hanya sebagai kisah.'' Makassar,08Januari2015 =================== Pesan Sunyi By:Lia Zaenab Zee Pesan sunyi, terkulai senyap jenak tegar. Menggerayang lembar almanak rasa yang berayun, rupai jembatan cerita yang memabuk bimbang Kupenuhi wadahku kuntum kuntum putik, mengharapkan tak kutemui ada sentuhmu di bungaku. Kuingatkan tak kan kutemui aroma baumu di kelopaknya Kesadaranku tak kenal teguh. Tika kebun bungaku tercucup kumbang rupaimu. Menetaskan liur menyambung memori pengakuan: ''Rindu tak mampu terusir'' meski duriduri batang tlah terpasang sebagai penjaga Pembaringan semakin sunyi. Saat mengulur benang kesan yang kubuang, terduga, telah pupus Menguntai tegar batukan hati Makassar,26 Desember 2014 =================== Menyapih Damai By: Lia Zaenab Zee Dalam hitungan hari Dentum penanggalan usang mati Menetas kubangan hari baru Membuncah berlariklarik doa Menawar harap Menghitung laku Membaharui kecintaan ranah berbangsa Menengok toleransi sapihan damai Mengokohkan sendi diri pada tegak yang santun Memurnikan keyakinan, dengan tidak buruk sangka Makassar,26 Desember 2014 =================== Judul: Lekat Benak Musim Oleh: Lia Zaenab Zee Tingkap musim tetiba di batas kemarau Mengirimkan jala uap jelma air Mencadai matahari, tersalut tirai awan Memercik sejuk, membasah dalam luruh tetirah langit Kau dinamai hujan Menjeguk, tersipu gerah berjinjit pergi Melukis waktu pada gigil Mempenakan barisan kenang Bahagia dan duka Bahagia membenak Romantis berangan kehangatan perapian Berai, nyeri teraba dada kala amarah airmu tumpah meleleh nelangsa bencana Bulirmu gemerlap lugu terpapar balon lampu, rupai mata peri dalam sumringah pecinta Menyeduh senyum madu tentang indah setelah luka Juga tentang kolammu yang membungkam keriangan harum rempah dapur Mengepak derita ditempat tempat pengungsian Hujan sejuta kisah Airmata ilham di mata puisi Airmata kelopak di mata musim yang memurka Dan gendang talumu masih hadir di atapatap Munajat meningkah di pinta yang tak mengenal musim: ''Dekaplah hamba lekat dalam cinta'' Makassar,25Desember2014 =================== #Project Puisi_3 Dins Melodi Puisi, Teratai dan Lelaki Penyair By: Lia Zaenab Zee Tatapan teratai Berayun senar puisi pada rintik hujan di daunmu Memahat bayang gelora lelaki penyair dalam jarak lautan Mengisi dada dalam jarak selaput Puisi yang melodi Mengirimkan pesan mekar detik pada jantung, terangkum samar di pendulum ritmik yang makin zigzag Disematkan di celah gerombol teratai, menyembunyikan direkah undak undak kelopak. Ditemukan puisi, dironce di lengan buhul rerindu damba Menderas gelisah, rerangkai diksi diksi syair meliuk bara membakar Haruskah teratai luruh dalam linu? Teratai, puisi, lelaki berlidah syair. Trus mengetukngetuk detak kalbu meninggalkan sunyi di ruang angan Hanya, menetaskan ilham di tubuh puisi. Memelodikan tembang lara lengan tak raih, erami mimpi menetas bayang-bayang Makassar,25Desember2014 =================== Aroma Hujan By: Lia Zaenab Zee Berdiri di bahu Desember Menapis angka yang tanggal tergeletak muram Dua Desember tlah pergi Merayap sengat janji yang ber-akhir, masih ''Nantikan aku sebelum akhir tahun'' Dan lebur janji berai tak mampu terjulang, tak kan pernah Remahkan senyap isak Hanya mampu mengaduk kenang Menghangatkannya pada kepulan asap di secangkir coklat Mematut namamu, lukis Atau, ada saat kubiarkan air kaca kornea menari bersama rintik hujan Membohongi kristal airmata menyamarkannya luruh bersama kristal hujan Pernah kusalahkan temu, Datang membungkus rindu yang rimbun 'Tika saatnya terenggut Sisakan akar rindu, membelukar liar pekat Banyak saatnya detik arif, membalut ceceran luka inci demi inci, menyeka ingatan Tapi ada saatnya senyummu nakal, susup mengendap endap di celahnya Merintik kenang, cabikan keluh nyeri memeluk Ada saatnya imajinasiku me-liar, blunder dimesin waktu Tahutahu terbangun; ''Desember dan Aroma hujan terlewat'' Makassar,24Desember2014 To Bang Tommy Ananta =================== 1. Rapal Doa dalam Derai Hujan Oleh: Lia Zaenab Zee ================ Hujan, datangmu terbawa bersama peri penghambur dingin menggoda raga dan tulang Riuh kicau angin pada musim Wartakan riang di rekah tanah Merayu debu kembali pulang Kecambah bibit sumringah Alam berbasuh, berhias dansa beriring gemulai awan Gemuruh gendang guruh Tertingkah lekuk kilat cahaya Menawarkan pelaminan pelangi selendang warnawarni, siluet lengkung keindahan Belum genap pelukan gigil pada reranting daundaun 'Tika di belahan belahan tempat yang surgawi ''Memekik retas luka dijasadjasad beku membasah dalam amuk bencana.'' Banjarnegara, Sangihe, QZ 8501... Lalu, undukan gunung yang memanas murka Dinding paku air deras Menawarkan palu godam goncang Merontokkan tanah, Terhempas lara burung besi Membuncahkan pedih kepergian Meratap rohroh terlepas Kolam kornea, Tempat menetap titipan telaga airmata, curah ... menyaingi deras luruhmu Istigfar pekik lelangit Mencari belas kasih Panglima segala Panglima Menyibak awan Arsy Kasihanilah. Ampunilah Cukupkan bentak tegurMu Kami teramat : lemah Genggamlah Bunuh ke-akuan ''Bahwa kami kuat'' Kapar Sejuk airmu RakhmatMu Engkau menguji kami dalam bara leluka nestapa Dan kristal basah bening masih bentang luruh Bersama senandung hujan syahdu Musim masih penuh berkah Tembang doa alam semesta Pintalan harap Tenunan resolusi Bercermin rima ritme isyaratNya Pada khilaf yang kelam Merobek jelaga fitrah Penciptaan-Nya, ini teguran? Muak pada dada busung kita yang naif lagi lalai Lihatlah Hanya dengan untai hujan bening yang hening Angkuh kita, lunglai rintih Begitu rapuhnya? Pesan Keagungan terang di hadapan Jungkal jumawa Beri kita kantongkantong air yang isak rintih deret tidih menidih, ... Kening sujud; ''Tobatan Nasuha'' Di derai hujan, waktu mustajab melantun doadoa Menekur pada Sunnatullah Bahwa tiap tetes hujan, berkah tasbih bersamanya ''Bukankah Hujan adalah Rakhmat? gegaslah menyadarinya." Makassar,04Januari15 ================ Pasrah Terhantam Tanah By: Lia Zaenab Zee Menyelinapkan rekah gemintang pada labuan jiwa Ke-akuan pemaknaan tuju Bahwa, tabik dada dalam kadar yang terukur, melarungkan asa pada permukaan tanpa menenggelamkannya Ke-akuan yang matahari pada lengan-lengan waktu Bahwa masa adalah pertarungan amuk yang paling tikam Membekap dalam sekarat nafas Tak memberi jeda sampai lambaian akhir pada udaranya Apa yang mesti diagungkan? Pada akhirnya, kita gugur Serupa selembar daun yang pasrah terhantam tanah, sekibar apapun dulunya Makassar,23Desember2014 =================== Edelweis Merah Jambu (Dalam Kenang) By: Lia Z Zee Mungkin cinta yang menyinggah hati, hanya uji ntuk dirinya sendiri Seberapa karat yang ditinggalkan Seberapa kata yang tertuang menuliskan sejarahnya Seberapa jauh imajinasi kita mengaitkannya dengan edelweis merah jambu terpetik, yang abadi adanya Ataukah seberapa kita memaknainya sebagai bagian tumpukan anugrah kenang, mengenangnya dengan senyum ataukah dengan temaran muram debar Dicopot dalam barisan daftar kenangan yang lain Dan semua hanya bernama --Kenangan Makassar,22Desember2014 =================== #Menang di KBM ASR Percikan Surga By: Lia Zaenab Zee Serabut urat menyambung darah, di kelahiran aku Selaput urat kasih sayang terkokoh dari percikan Surga Pahatan jemari kelembutan mengalirkan sejuk asih ternyaman yang diberkahkan pada bumi Dilengkungkan disenyum tertulus yang anak manusia pernah kenal Bahumu bentangan langit ayunan berpelangi ronarona indah, tempat mengasoh sepanjang hayat Bola matamu samudera doa Jelmakan kolam airmata bidadari, meracik pinta pintu kebaikan pada semai bibit rahim Hatimu, tempat hulu dan muara segala cinta Sambungan partikel ridha terulur di sapuan telapak kakimu Ibu Pengasih Penyanyang Tuhan Semat di dada air susumu Kumpulan ruh nafas sedekat usap aliran Surga yang tertuang dalam KitabNya Ibumu... Ibumu... Ibumu ''ANDAI, diizinkan manusia saling menyembah, maka sembahlah IBU.'' Ibumu... Ibumu... Ibumu Makassar,21Desember2014 =================== #puisi_cinta_sang_pelaut Judul: Lelaki Penabuh Angin Oleh: Lia Zaenab Zee pernah kusisakan ladang tandus tak benih pada lelaki penabuh angin bernafas layar berimba laut tak semai tak terkecup musim sisa asin laut menghunjam tanah sisakan hara sepeninggal labuhan angin humuskan tanahku, penyubur siluet ombak elang tatapmu mengenalkan mimpi asing yang terbangun senyap berkelana merimbun bayang pada lengan lelaki samudera teraroma buih lautan mengirim sinyal rasamu mengerek arah angin tepat tertuju ke kutup jantung memaksa sekarat dirindu tiada peri Makassar,20Desember2014 ===================

Tidak ada komentar:

Posting Komentar